Metode pengendalian persediaan adalah merupakan usaha-usaha yang
dilakukan oleh suatu perusahaan termasuk keputusan-keputusan yang diambil
sehingga kebutuhan akan bahan untuk keperluan proses produksi dapat terpenuhi
secara optimal dengan resiko yang sekecil mungkin. Persediaan yang terlalu
besar (over stock) merupakan pemborosan karena menyebabkan terlalu tingginya
beban-beban biaya guna penyimpanan dan pemeliharaan
selama penyimpanan di gudang. Disamping itu juga persediaan yang terlalu besar
berarti terlalu besar juga barang modal yang menganggur dan tidak berputar. Begitu
juga sebaliknya kekurangan persediaan (out of stock) dapat menganggu kelancaran
proses produksi sehingga ketepatan waktu pengiriman sebagaimana telah
ditetapkan oleh pelanggan tidak terpenuhi yang ada sehingga pelanggan lari ke
perusahaan lain. Singkatnya pengendalian persediaan merupakan usaha-usaha
penyediaan bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi sehingga dapat
berjalan lancar tidak terjadi kekurangan bahan serta dapat diperoleh biaya
persediaan yang sekecil-kecilnya.
4.4 Model persediaan
Economi Order Quantity (EOQ)
Economic Order Quantity atau EOQ adalah jumlah pemesanan paling
ekonomis, yaitu jumlah pembelian barang yang dapat meminimalkan jumlah biaya
pemeliharaan barang dari gudang dan biaya pemesanan setiap tahun. Asumsi dasar
dalam menerapkan metode EOQ untuk dipenuhi yaitu :
Permintaan dapat
ditentukan secara pasti dan konstan, item yang dipesan indenpenden dengan item
yang lain, pesanan yang diterima dengan segera dan pasti, tidak terjadi stock
out serta harga item konstan. Tujuan dari model ini adalah
untuk menentukan nilai Q sehingga meminimalkan total biaya persediaan. Dalam
penentuan nilai Q maka Purchasing cost dapat diabaikan karena
dianggap konstan. Dimana biaya total persediaan adalah sebagai berikut : Biaya
total persediaan = Ordering Cost + Holding Cost+ Purchasing Cost Cara lain untuk
memperoleh EOQ dengan pendekatan matematis dikenal dengan istilah cara formula.
Dengan metode ini digunakan beberapa notasi atau parameter antara lain: TAC =
total biaya persediaan tahunan (total annual inventory cost) TOC = total biaya
pesan (total annual inventory cost) TCC = total biaya pesan (total carrying
cost) R = jumlah pembelian (permintan ) satu periode C = biaya simpan tahunan
(rupiah/unit_ S = biaya setiap kali pemesanan Q = jumlah pemesanan (unit/order)
Q* = jumlah pemesanan optimum (EOQ) T = waktu antara satu pesanan dengan
lainnya TC = total biaya persediana (rupiah per tahun) Biaya pemesanan per
tahun S = frekuensi pesanan x biaya pesanan S = (R/Q) x s ........
Biaya penyimpanan per
tahun C = persediaan rata-rata x biaya penyimpanan C = (Q/2)x c ....
Biaya total per tahun
TC = (R/Q*)x S+ (Q*/2) x C .
Keterangan : EOQ
terjadi jika biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan atau TOC = TCC, maka
: (R/Q*)S = (Q*/2)C 2RS = CQ*2 Q*2 = (2RS/C) Maka : EOQ = Q* = √ 2RS/C
4.5 Material Requirement Planning (MRP)
merupakan suatu teknik atau prosedur
logis untuk menterjemahkan Jadwal Produksi Induk (JPI) dari barang jadi atau
end item menjadi kebutuhan bersih untuk beberapa komponen yang dibutuhkan untuk
mengimplementasikan JPI. MRP ini digunakan untuk menentukan jumlah dari
kebutuhan material untuk mendukung Jadwal Produksi Induk dan kapan kebutuhan
material tersebut dijadwalkan. (Orlicky,et al., 1994).
Material
Requirement Planning (MRP) merupakan sistem informasi berbasis
komputer yang didisain untuk memesan dan menjadwalkan permintaan (raw material,
komponen dan sub assemblies) dengan cara yang terkoordinasi.(Oden,et al., 1998)
Material
Requirement Planning (MRP) merupakan aktivitas perencanaan material
untuk Seluruh komponen dan raw material (bahan baku) yang dibutuhkan sesuai
dengan Jadwal Produksi Induk (JPI) yang sama halnya dengan demand / permintaan
per komponen (John A. White, et al., 1987).
Perencanaan MRP ini mencakup semua kebutuhan akan semua komponen MRP yaitu kebutuhan material, dimana terdapat dua fungsi dengan diterapkannya MRP yaitu Pengendalian persediaan dan Penjadualan produksi. Sedangkan tujuan dari MRP itu sendiri adalah untuk menentukan kebutuhan sekaligus untuk mendukung jadwal produksi induk, mengendalikan persediaan, menjadwalkan produksi, menjaga jadwal valid dan up-to date, serta secara khusus berguna dalam lingkungan manufaktur yang kompleks dan tidak pasti.
Ada empat tahap dalam
proses perencanaan kebutuhan material, tahapan tersebut adalah sebagai berikut
:
1. Netting (Perhitungan kebutuhan bersih)
1. Netting (Perhitungan kebutuhan bersih)
Netting adalah proses perhitungan kebutuhan bersih
yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor denagan keadaan
persediaan.
2. Lotting (Penentuan ukuran pemesanan)
Lotting adalah menentukan besarnya pesanan setiap
individu berdasarkan pada hasil perhitungan netting.
3. Offsetting (Penetapan besarnya waktu ancang-ancang)
Offsetting bertujuan untuk menentukan saat yang
tepat untuk melaksanakan rencana pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih yang
diinginkan lead time.
4. Exploding (Perhitungan selanjutnya untuk level di bawahnya)
Exploding adalah proses perhitungan kebutuhan
kotor untuk tingkat level dibawahnya, berdasarkan pada rencana pemesanan.
Dengan MRP ini, kita akan mendapatkan informasi mengenai :
1. Bahan dan komponen apa saja yang akan dipesan serta berapa banyak yang diperlukan.
2. Kapan waktu komponen tersebut akan dipesan.
3. Apakah komponen tersebut pemesanannya dipercepat, diperlambat atau dibatalkan.
Secara garis besar, out put MRP ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu :
1. MRP Primary
Report (Laporan Utama)
Primary Report atau yang biasa dikenal dengan MRP
Report, nerupakan format laporan yang terdiri dari dua bentuk, yaitu format
horizontal (dalam harian dan mingguan) dan format vertikal (dengan waktu dalam
setiap harinya).
2. Action
Report (Laporan Kegiatan)
Output ini biasa disebut dengan MRP Expection
Report (laporan pengecualian), perencanaan MRP memfokuskan perhatian
langsung terhadap kebutuhan item dan keputusan selama melakukan kegiatannya.
3. MRP Pegging
Report (Laporan Penetapan MRP)
Output ini akan menyediakan sumber dari kebutuhan
pada level tertinggi selanjutnya dalam Bill of material, seperti
tiap pesanan perusahaan yang dikeluarkan dari item pada setiap kebutuhan kotor.
4.6 Just in Time (JIT)
Adalah
filosofi manajemen dari pemecahan masalah yang berkelanjutan dan dipaksakan,
sehingga pemasok-pemasok dan komponen-komponen ditarik melalui sistem untuk
menunjukkan dimana dan kapan mereka dibutuhkan.
JIT
memusuhi pemborosan yang tidak memberi nilai tambah produk. JIT juga
membeberkan permasalahan dan kemacetan yang disebabkan oleh keragaman
(variabilitas). Keragaman ini terjadi karena adanya deviasi dari nilai optimum.
JIT juga akan mampu mencapai produksi ramping dengan mengurangi persediaan.
Ada
beberapa pemborosan yang dapat terjadi dalam proses produksi yang terdiri dari
: kelebihan produksi, menunggu transportasi, proses yang tidak efisien,
persediaan, gerakan yang tidak perlu dan produk cacat.
Pengurangan
pemborosan karena JIT
No.
|
Aspek
|
Pengurangan
Pemborosan ( % )
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Waktu Pemasangan ( set-up time )
Sisa (sampah) produksi
Persediaan barang jadi
Ruang
Waktu Tunggu (Lead Time)
Persediaan barang mentah
persediaan barang dalam proses
|
20
30
30
40
50
50
82
|
Kontribusi JIT untuk keunggulan
bersaing
Paling tidak terdapat 7 kontribusi JIT untuk memperoleh
keunggulan bersaing, yaitu: pemasok, tata letak, persediaan, penjadwalan,
pemeliharaan pencegahan, mutu produksi dan pemberdayaan karyawan.
1.
JIT pada pemasok
Dengan
semangat JIT, jumlah pemasok sebaiknya sedikit, ada hubungan kedekatan dan
pemasok yang senantiasa berbisnis ulang dengan kita. Perlu dilakukan analisis
untuk memilih pemasok yang mampu bersaing dengan harga yang bersaing. Penawaran
yang bersaing sebagian besar dibatasi kepada pembeli baru. Pembeli
mempertahankan integrasi verttikal dari bisnis pemasok. Para pemasok seringkali
mendorong untuk menerapkan JIT kepada pemasok-pemasok mereka.
2.
JIT pada Tata Letak
Tujuan
JIT adalah mengurangi perpindahan orang maupun perpindahan barang. Hal ini
disebabkan bahwa perpindahan merupakan pemborosan. Oleh karena itu, JIT
menghendaki sel-sel kerja untuk produk-produk yang sejenis. JIT juga
menghendaki mesin-mesin yang dapat dipindahkan dan dapat diubah-ubah, jarak
yang dekat, ruang yang sedikit untuk persediaan, dan pengiriman langsung ke
tempat kerja.
3.
JIT pada Persediaan
JIT
pada persediaan menggunakan sistem tarik (pull system) untuk memindahkan
persediaan. JIT akan mengurangi ukuran lot dan mengurangi waktu penyetelan.
Perlu juga dikembangkan sistem JIT pada pengiriman dengan pemasok melalui
pengiriman langsung kepada titik penggunaan. JIT akan melakukan penjadwalan
serta menggunakan grup teknologi.
4.
JIT pada Penjadwalan
JIT
pada penjadwalan dapat ditempuh dengan mengkomunikasikan jadwal tersebut kepada
pemasok. Perlu dibuat derajat-derajat penjadwalan. JIT mencari lembaran mana
yang dibuat dan lembaran yang dipindahkan. JIT akan menghilangkan pemborosan,
memproduksi dalam lot yang kecil, menggunakan Kanban dan membuat masing-masing
produksi operasi menjadi bagian yang penting.
5.
JIT pada Pemeliharaan Pencegahan
JIT
pada pemeliharaan pencegahan dapat ditempuh dengan pemeliharaan pencegahan yang
terjadwal dan rutin harian. Pihak yang melakukan pemeliharaan ini adalah
operator. Operator itu harus operator yang mengetahui mesin, agar dalam
memeliharanya tidak ada hambatan yang berarti. Pemeliharaan pencegahan ini
sangat baik untuk menjaga kualitas produk.
6.
JIT pada Kualitas
JIT
pada kualitas adalah diiterapkannya kendali proses secara statistic. Untuk itu,
maka pegawai harus diberdayakan, membangun metode-metode yang selamat dari
kegagalan (seperti daftar periksa, dan lain-lain) serta menyediakan empan balik
yang cepat.
7.
JIT pada Pemberdayaan Karyawan
JIT
pada pemberdayaan karyawan adalah dikembangkannya pelatihan-pelatihan. Karena
dengan karyawan yang berkembang, maka proses JIT sebenarnya sudah dimulai. Hal
ini disebabkan pada prinsipnya, yang mengetahui seluk beluk pekerjaan itu
adalah karyawan itu sendiri.
Prinsip kerja JIT
Prinsip kerja JIT dapat dibagi
kepada tiga bagian besar yaitu:
a) Cost
reduction, karena menggunakan prinsip 5S.
b) Inventory
reduction, karena just in time (yang menggunakan konsep pull system) melawan
just in case (yang menggunakan konsep push sistem).
c) Quality
improvement dimulai dari: Pemberdayaan karyawan kemudian kualitas sebagai
paradigma baru setiap orang dan akhirnya pada gugus kendali mutu.
COST REDUCTION
(Pengurangan biaya)
Suatu konsep manajemen baru yang diambil dari kebiasaan di
Jepang dan mampu menyingkirkan paradigma barat dunia industri
manufaktur adalah prinsip 5-S:
Ø SEIRI-Pemilahan.
Diartikan sebagai usaha untuk memilih mana yang perlu dan mana yang tidak serta
menghindari berbagai kelebihan.
Ø SEITON-Pengaturan.
Barang atau peralatan diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam
pemakaian dan pencarian.
Ø SEISO-Pembersihan.
Peralatan dijaga agar selalu dalam keadaan bersih agar mudah dirawatdan dan
selalu dalam kondisi bagus pada saat digunakan.
Ø SEIKETSU-pemeliharaan
kebersihan lingkungan. Untuk menjaga kebersihan lingkungan diperlukan prosedur
standatd sehingga setiaap orang akan berperilaku sama dalam perawatan
kebersihan.
Ø SHITSUKE-Pelatihan
dan disiplin. Untuk menjaga prosedur standard dan kelangsungannya maka
pelatihan untuk mengubah dan menjaga perilaku induvidu perlu dilakukan