SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Sabtu, 31 Januari 2015

Metode pengendalian persediaan


Metode pengendalian persediaan adalah merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan termasuk keputusan-keputusan yang diambil sehingga kebutuhan akan bahan untuk keperluan proses produksi dapat terpenuhi secara optimal dengan resiko yang sekecil mungkin. Persediaan yang terlalu besar (over stock) merupakan pemborosan karena menyebabkan terlalu tingginya beban-beban biaya guna penyimpanan dan pemeliharaan selama penyimpanan di gudang. Disamping itu juga persediaan yang terlalu besar berarti terlalu besar juga barang modal yang menganggur dan tidak berputar. Begitu juga sebaliknya kekurangan persediaan (out of stock) dapat menganggu kelancaran proses produksi sehingga ketepatan waktu pengiriman sebagaimana telah ditetapkan oleh pelanggan tidak terpenuhi yang ada sehingga pelanggan lari ke perusahaan lain. Singkatnya pengendalian persediaan merupakan usaha-usaha penyediaan bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi sehingga dapat berjalan lancar tidak terjadi kekurangan bahan serta dapat diperoleh biaya persediaan yang sekecil-kecilnya.


4.4 Model persediaan Economi Order Quantity (EOQ)
Economic Order Quantity atau EOQ adalah jumlah pemesanan paling ekonomis, yaitu jumlah pembelian barang yang dapat meminimalkan jumlah biaya pemeliharaan barang dari gudang dan biaya pemesanan setiap tahun. Asumsi dasar dalam menerapkan metode EOQ untuk dipenuhi yaitu :
Permintaan dapat ditentukan secara pasti dan konstan, item yang dipesan indenpenden dengan item yang lain, pesanan yang diterima dengan segera dan pasti, tidak terjadi stock out serta harga item konstan. Tujuan dari model ini adalah untuk menentukan nilai Q sehingga meminimalkan total biaya persediaan. Dalam penentuan nilai Q maka Purchasing cost dapat diabaikan karena dianggap konstan. Dimana biaya total persediaan adalah sebagai berikut : Biaya total persediaan = Ordering Cost + Holding Cost+ Purchasing Cost Cara lain untuk memperoleh EOQ dengan pendekatan matematis dikenal dengan istilah cara formula. Dengan metode ini digunakan beberapa notasi atau parameter antara lain: TAC = total biaya persediaan tahunan (total annual inventory cost) TOC = total biaya pesan (total annual inventory cost) TCC = total biaya pesan (total carrying cost) R = jumlah pembelian (permintan ) satu periode C = biaya simpan tahunan (rupiah/unit_ S = biaya setiap kali pemesanan Q = jumlah pemesanan (unit/order) Q* = jumlah pemesanan optimum (EOQ) T = waktu antara satu pesanan dengan lainnya TC = total biaya persediana (rupiah per tahun) Biaya pemesanan per tahun S = frekuensi pesanan x biaya pesanan S = (R/Q) x s ........
Biaya penyimpanan per tahun C = persediaan rata-rata x biaya penyimpanan C = (Q/2)x c ....
Biaya total per tahun TC = (R/Q*)x S+ (Q*/2) x C .



 Keterangan : EOQ terjadi jika biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan atau TOC = TCC, maka : (R/Q*)S = (Q*/2)C 2RS = CQ*2 Q*2 = (2RS/C) Maka : EOQ = Q* = √ 2RS/C

4.5  Material Requirement Planning (MRP)
 merupakan suatu teknik atau prosedur logis untuk menterjemahkan Jadwal Produksi Induk (JPI) dari barang jadi atau end item menjadi kebutuhan bersih untuk beberapa komponen yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan JPI. MRP ini digunakan untuk menentukan jumlah dari kebutuhan material untuk mendukung Jadwal Produksi Induk dan kapan kebutuhan material tersebut dijadwalkan. (Orlicky,et al., 1994).
      Material Requirement Planning (MRP) merupakan sistem informasi berbasis komputer yang didisain untuk memesan dan menjadwalkan permintaan (raw material, komponen dan sub assemblies) dengan cara yang terkoordinasi.(Oden,et al., 1998)
 Material Requirement Planning (MRP) merupakan aktivitas perencanaan material untuk Seluruh komponen dan raw material (bahan baku) yang dibutuhkan sesuai dengan Jadwal Produksi Induk (JPI) yang sama halnya dengan demand / permintaan per komponen (John A. White, et al., 1987).

Perencanaan MRP ini mencakup semua kebutuhan akan semua komponen MRP yaitu kebutuhan material, dimana terdapat dua fungsi dengan diterapkannya MRP yaitu Pengendalian persediaan dan Penjadualan produksi. Sedangkan tujuan dari MRP itu sendiri adalah untuk menentukan kebutuhan sekaligus untuk mendukung jadwal produksi induk, mengendalikan persediaan, menjadwalkan produksi, menjaga jadwal valid dan up-to date, serta secara khusus berguna dalam lingkungan manufaktur yang kompleks dan tidak pasti.
Ada empat tahap dalam proses perencanaan kebutuhan material, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Netting (Perhitungan kebutuhan bersih)
Netting adalah proses perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor denagan keadaan persediaan.

2. Lotting (Penentuan ukuran pemesanan)
Lotting adalah menentukan besarnya pesanan setiap individu berdasarkan pada hasil perhitungan netting.

3. Offsetting (Penetapan besarnya waktu ancang-ancang)
Offsetting bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melaksanakan rencana pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih yang diinginkan lead time.

4. Exploding (Perhitungan selanjutnya untuk level di bawahnya)
Exploding adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat level dibawahnya, berdasarkan pada rencana pemesanan.

Dengan MRP ini, kita akan mendapatkan informasi mengenai :
1. Bahan dan komponen apa saja yang akan dipesan serta berapa banyak yang diperlukan.
2. Kapan waktu komponen tersebut akan dipesan.
3. Apakah komponen tersebut pemesanannya dipercepat, diperlambat atau dibatalkan.

Secara garis besar, out put MRP ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu :
1. MRP Primary Report (Laporan Utama)
Primary Report atau yang biasa dikenal dengan MRP Report, nerupakan format laporan yang terdiri dari dua bentuk, yaitu format horizontal (dalam harian dan mingguan) dan format vertikal (dengan waktu dalam setiap harinya).
2. Action Report (Laporan Kegiatan)
Output ini biasa disebut dengan MRP Expection Report (laporan pengecualian), perencanaan MRP memfokuskan perhatian langsung terhadap kebutuhan item dan keputusan selama melakukan kegiatannya.
3. MRP Pegging Report (Laporan Penetapan MRP)
Output ini akan menyediakan sumber dari kebutuhan pada level tertinggi selanjutnya dalam Bill of material, seperti tiap pesanan perusahaan yang dikeluarkan dari item pada setiap kebutuhan kotor.

4.6     Just in Time (JIT)
Adalah filosofi manajemen dari pemecahan masalah yang berkelanjutan dan dipaksakan, sehingga pemasok-pemasok dan komponen-komponen ditarik melalui sistem untuk menunjukkan dimana dan kapan mereka dibutuhkan.
JIT memusuhi pemborosan yang tidak memberi nilai tambah produk. JIT juga membeberkan permasalahan dan kemacetan yang disebabkan oleh keragaman (variabilitas). Keragaman ini terjadi karena adanya deviasi dari nilai optimum. JIT juga akan mampu mencapai produksi ramping dengan mengurangi persediaan.
Ada beberapa pemborosan yang dapat terjadi dalam proses produksi yang terdiri dari : kelebihan produksi, menunggu transportasi, proses yang tidak efisien, persediaan, gerakan yang tidak perlu dan produk cacat.
Pengurangan pemborosan karena JIT
No.
Aspek
Pengurangan Pemborosan ( % )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Waktu Pemasangan ( set-up time )
Sisa (sampah) produksi
Persediaan barang jadi
Ruang
Waktu Tunggu (Lead Time)
Persediaan barang mentah
persediaan barang dalam proses
20
30
30
40
50
50
82

Kontribusi JIT untuk keunggulan bersaing
            Paling tidak terdapat 7 kontribusi JIT untuk memperoleh keunggulan bersaing, yaitu: pemasok, tata letak, persediaan, penjadwalan, pemeliharaan pencegahan, mutu produksi dan pemberdayaan karyawan.

1.            JIT pada pemasok
Dengan semangat JIT, jumlah pemasok sebaiknya sedikit, ada hubungan kedekatan dan pemasok yang senantiasa berbisnis ulang dengan kita. Perlu dilakukan analisis untuk memilih pemasok yang mampu bersaing dengan harga yang bersaing. Penawaran yang bersaing sebagian besar dibatasi kepada pembeli baru. Pembeli mempertahankan integrasi verttikal dari bisnis pemasok. Para pemasok seringkali mendorong untuk menerapkan JIT kepada pemasok-pemasok mereka.

2.            JIT pada Tata Letak
Tujuan JIT adalah mengurangi perpindahan orang maupun perpindahan barang. Hal ini disebabkan bahwa perpindahan merupakan pemborosan. Oleh karena itu, JIT menghendaki sel-sel kerja untuk produk-produk yang sejenis. JIT juga menghendaki mesin-mesin yang dapat dipindahkan dan dapat diubah-ubah, jarak yang dekat, ruang yang sedikit untuk persediaan, dan pengiriman langsung ke tempat kerja.


3.            JIT pada Persediaan
JIT pada persediaan menggunakan sistem tarik (pull system) untuk memindahkan persediaan. JIT akan mengurangi ukuran lot dan mengurangi waktu penyetelan. Perlu juga dikembangkan sistem JIT pada pengiriman dengan pemasok melalui pengiriman langsung kepada titik penggunaan. JIT akan melakukan penjadwalan serta menggunakan grup teknologi.
                                                                                              
4.            JIT pada Penjadwalan
JIT pada penjadwalan dapat ditempuh dengan mengkomunikasikan jadwal tersebut kepada pemasok. Perlu dibuat derajat-derajat penjadwalan. JIT mencari lembaran mana yang dibuat dan lembaran yang dipindahkan. JIT akan menghilangkan pemborosan, memproduksi dalam lot yang kecil, menggunakan Kanban dan membuat masing-masing produksi operasi menjadi bagian yang penting.

5.            JIT pada Pemeliharaan Pencegahan
JIT pada pemeliharaan pencegahan dapat ditempuh dengan pemeliharaan pencegahan yang terjadwal dan rutin harian. Pihak yang melakukan pemeliharaan ini adalah operator. Operator itu harus operator yang mengetahui mesin, agar dalam memeliharanya tidak ada hambatan yang berarti. Pemeliharaan pencegahan ini sangat baik untuk menjaga kualitas produk.

6.            JIT pada Kualitas
JIT pada kualitas adalah diiterapkannya kendali proses secara statistic. Untuk itu, maka pegawai harus diberdayakan, membangun metode-metode yang selamat dari kegagalan (seperti daftar periksa, dan lain-lain) serta menyediakan empan balik yang cepat.

7.            JIT pada Pemberdayaan Karyawan
JIT pada pemberdayaan karyawan adalah dikembangkannya pelatihan-pelatihan. Karena dengan karyawan yang berkembang, maka proses JIT sebenarnya sudah dimulai. Hal ini disebabkan pada prinsipnya, yang mengetahui seluk beluk pekerjaan itu adalah karyawan itu sendiri.


Prinsip kerja JIT
Prinsip kerja JIT dapat dibagi kepada tiga bagian besar yaitu:
   a)          Cost reduction, karena menggunakan prinsip 5S.
   b)          Inventory reduction, karena just in time (yang menggunakan konsep pull system) melawan just in case (yang menggunakan konsep push sistem).
   c)         Quality improvement dimulai dari: Pemberdayaan karyawan kemudian kualitas sebagai paradigma baru setiap orang dan akhirnya pada gugus kendali mutu.

   COST REDUCTION (Pengurangan biaya)
               Suatu konsep manajemen baru yang diambil dari kebiasaan di Jepang dan mampu   menyingkirkan paradigma barat dunia industri manufaktur adalah prinsip 5-S:
Ø  SEIRI-Pemilahan. Diartikan sebagai usaha untuk memilih mana yang perlu dan mana yang tidak serta menghindari berbagai kelebihan.
Ø  SEITON-Pengaturan. Barang atau peralatan diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pemakaian dan pencarian.
Ø  SEISO-Pembersihan. Peralatan dijaga agar selalu dalam keadaan bersih agar mudah dirawatdan dan selalu dalam kondisi bagus pada saat digunakan.
Ø  SEIKETSU-pemeliharaan kebersihan lingkungan. Untuk menjaga kebersihan lingkungan diperlukan prosedur standatd sehingga setiaap orang akan berperilaku sama dalam perawatan kebersihan.
Ø  SHITSUKE-Pelatihan dan disiplin. Untuk menjaga prosedur standard dan kelangsungannya maka pelatihan untuk mengubah dan menjaga perilaku induvidu perlu dilakukan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar