GEOPOLITIK INDONESIA *
PENGANTAR
Tujuan Pembelajaran
Geopolitik
dan geostrategi merupakan permasalahan yang sangat penting pada dua abad
terakhir ini. Permasalahan ini menjadi
penting karena manusia yang telah membangsa membutuhkan wilayah sebagai tempat
tinggalnya yang kemudian dikenal sebagai negara. Dalam per-kembangannya pengertian negara
tidak saja diartikan sebagai wilayah, namun diartikan lebih luas yaitu sebagai
institusi. Prasyarat negara sebagai
institusi menurut Prof. DR. Sri Soemantri (Dikti, 2001: 36) secara mininal
meliputi unsur : wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berkuasa. Unsur rakyat suatu negara disamping
warganegara juga meli-puti bukan warganegara.
Agar negara dapat mencapai tujuan nasi-onal—aman dan sejatera (Pembukaan
UUD-45 Alinea IV)—perlu pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan yang dimaksud agar warga-negara Indonesia tahu
tentang hak dan kewajiban serta mampu berdiri dan tetap menjaga jati dirinya
ditengah arus globalisasi.
Bertitik tolak dari amanat
UU no 20/2003 ttg Sisdiknas, khusus-nya penjelasan pasal 37, tujuan pendidikan
kewarganegaraan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki
rasa kebang-saan dan cinta tanah air. Secara rinci visi dan misi Bahan Ajar
adalah, agar peserta didik mampu :
1. Menjelaskan landasan historis perkembangan
pengetahuan tentang geopolitik yang kini menjadi salah satu unsur dalam
konsepsi peren-canaan pembangunan bangsa dan negara agar tercapai tujuan
na-sional bangsa.
2. Menjelaskan konsepsi cara pandang—wawasan
nasional—bangsa Indonesia yang didasari pada filsafat Pancasila hakekatnya
meru-pakan konsepsi geopolitik Indonesia.
3. Menguasai dan memahami tentang berbagai
masalah dasar kehi-dupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dengan
menerap-kan pandangan bangsa Indonesia tentang diri—meliputi, sejarah,
filsafat, kebhinekaan etnik, budaya dan agama—dan lingkungan geografi—yang
berbentuk negara kepulauan—berada di posisi si-lang antara dua benua dan dua
lautan.
4.
Mengaplikasikan cara pandang bangsa Indonesia dalam
pembinaan dan pengendalian hidup, bangsa di Negara Kesatuan Republik
Indo-nesia.
Daftar Istilah Kunci
1. Daerah frontier, daerah yang
terbentuk karena sifat manusia yang saling tergantung, baik dengan manusia
maupun alam sehingga terjadi simbiose
2. Deklarasi Juanda, merupakan
Pengumuman Pemerintaha R.I.yang menolak rezim hukum laut—Territorial Zee en
Maritiem Kringen Ordonantie yang di-sesuaikan dengan hukum laut
Internasional—dan menentukan bahwa wilayah NKRI adalah 12 mil laut (nautical
mile) dari garis pangkal (base line) bukan lagi garis pantai (coast line).
3. Doktrin : himpunan prinsip atau
teori yang diajarkan, dianjurkan dan diterima sebagai kebenaran, untuk
dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan, dalam usaha mencapai
tujuan.
4. Doktrin dasar adalah doktrin yang
timbul dari pemikiran yang bersifat falsafah.
5. Geomorfologi. Mazhab posibiliti menekankan perlunya
pemikiran geomorfologi yang mengingatkan bahwa yang berkaitan dengan geografi
tidak hanya keadaan fisik bumi namun juga diri pendu-duk—berupa sejarah,
budaya, etnik, agama, moral dan hal-hal la-in—namun masih berkaitan ciri khas
bumi tempat berpijak.
6. Geopolitik,
singkatan dari geo-politik, geo berarti bumi dan politik
diartikan sebagai pertimbangan dasar bangsa menentukan alternatif
kebijakan dasar nasional untuk mewujudkan tujuan nasional. De-ngan demikian geopolitik pengetahuan dasar
untuk menentukan kebijakan politik yang didasari atas konstalasi—keadaan
fisik—geografi saja, sebagai
tindak lanjutnya mazhab determinis berwa-wasan pembangunan kekuatan
negara dan berupaya ekspansi ke negara lainnya.
7. Geostationary satelit orbit (GSO)
adalah suatu orbit yang berbentuk cicin terletak pada enam radian bumi di atas
garis khatulistiwa. GSO untuk
menempatkan satelit komunikasi agar satelit tersebut berada pada posisi tetap
di ruang angkasa terhadap bumi. PBB
menetapkan sebagai sumber daya alam trerbatas.
8. Geostrategi, diartikan sebagai
pelaksanaan geopolitik dalam negara. (Poernomo, 1972).
9. Kepulauan : merupakan suatu gugusan pulau, termasuk
bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang
hu-bungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan
dan wujud alamiah lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi dan
politik yang hakiki, atau yang se-cara historis dianggap sebagai demikian.
10. Negara Kepulauan berarti suatu
Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mecakup
pulau-pulau lain.
11. Wawasan Nasional, Wawasan dari
kata wawas—memandang dan lain sebagainya (KBBI, 2002 : 1271)—yang selanjutnya
diartikan sebagai cara pandang bangsa tentang diri dan lingkungannya.
12. Wawasan Nusantara : secara umum
didefinisikan sebagai cara pan-dang dan sikap bangsa Indonesia tentang dirinya yang
bhineka, dan lingkungan geografinya yang berwujud negara kepulauan berda-sarkan
Pancasila dan UUD 1945.
GEOPOLITIK
Latar Belakang
Orang dan tempat tidak dapat
dipisahkan ! Tidak dapat dipi-sahkan
rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya.
Demikian kata Ir. Sukarno pada 1 Juni 1945 dihadapan Sidang BPUPKI (Setneg RI ,
tt : 66). Oleh karena itu, setelah
membangsa orang menyatakan tempat tinggalnya sebagai negara. Dalam perkembangan selanjutnya penger-tian
negara tidak hanya wilayah tempat tinggal, namun diartikan lebih luas lagi yang
meliputi institusi, yaitu : pemerintah, rakyat, kedaulatan dan lain sebagainya,
yang kemudian disebut sebagai state.
Karena orang dan tempat tinggalnya
tidak dapat dipisahkan, perebutan ruang menjadi hal yang menimbulkan konflik
antar antar manusia—individu, keluarga, masyarakat, bangsa—hingga kini,
mes-kipun bentuknya dapat secara fisik maupun non fisik. Untuk dapat mempertahankan ruang hidupnya
bangsa harus mempunyai kesatuan cara pandang yang dikenal sebagai wawasan
nasional. Para
ilmuwan politik dan militer menyebutnya sebagai geopolitik yang merupakan
kelanjutan dari geografi politik.
Konsep wawasan nasional setiap
bangsa berbeda. Hal ini berkaitan dengan
profil diri bangsa—sejarah, pandangan
hidup, ideo-logi, budaya—dan sudah barang tentu ruang hidupnya yaitu geografi.
Kedua unsur pokok—profil bangsa dan geografi—inilah yang harus diperhatikan
dalam membuat konsep geopolitik bangsa dan negara. Geopolitik Indonesia dinamakan Wawasan
Nusantara, dengan alasan :
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan (Setneg RI ,
tt : 66)
2.
Berada diantara
dua benua (Asia dan Australia )
dan dua lautan (La-utan India dan Lautan Pasifik) sehingga
tepatlah bila dinamakan nusa diantara laut/air yang selanjutnya dinamakan
Nusantara.
3.
Keunikan
lainnya adalah bahwa wilayah nusantara berada di Garis Khatulistiwa dan
diliwati oleh Geo Stationary Satelite Orbit (GSO).
Konsep wawasan bangsa tentang
wilayah mulai dikembangkan sebagai ilmu pada akhir abad XIX dan awal abad XX
dan dikenal sebagai geopolitik, yang pada mulanya membahas geografi dari segi
politik negara (state). Selanjutnya
berkembang konsep politik—dalam arti distribusi kekuatan—pada hamparan geografi
negara, sehingga tidaklah berlebihan bahwa geopolitik sebagai ilmu “baru”
dicurigai sebagai upaya pembenaran pada kosepsi ruang (Sunardi. 2004 :
157). Oleh karena itu dalam membahas
masalah wawasan nasional bangsa, disamping membahas sejarah terjadinya konsep
wawasan nasional akan dibahas pula teori geopolitik dan implementasinya pada
negara kita.
Geomorfologi Negara
Sebelum membahas masalah
geopolitik—suatu negara—perlu mendalami ciri khusus negara berdasarkan bentuk
geomorfologinya (ciri fisik dan non fisik).
Setelah abad XIX perkembangan geopolitik dipengaruhi oleh orientasi
manusia pada konstalasi wilayah. Masa
lalu—pra abad XIX—pengertian negara identik dengan tanah, sehingga
banyak
bangsa menamakan negaranya dengan unsur tanah, misalnya : England, Holland,
Poland, Rusland, Thailand.
Negara
berdasarkan bentuk geografinya dibedakan :
1.
Dikelilingi daratan (land lock country).
2. Berbatasan dengan laut, dapat dibedakan
menjadi :
a.
Negara pulau (oceanic
archipelago)
b.
Negara pantai (coastal archipelago)
c.
Negara kepulauan (archipelago)
Pengertian Asas
Kepulauan, berdasarkan UNCLOS 1982 :
Kepulauan :
merupakan suatu kesatuan utuh wilayah, yang batas-batasnya ditentukan
oleh laut, dalam lingkungan mana terdapat pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau
Atau
Merupakan gugusan pulau-pulau dengan
perairan diantaranya dan angkasa di atasnya sebagai kesatuan utuh, dengan unsur
air sebagai penghubung.
Perkembangan Teori Geopolitik
Istilah geopolitik semula sebagai
ilmu bumi politik kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang sesuatu yang
berhubungan konstelasi—ciri khas negara yang berupa : bentuk, luas, letak,
iklim, dan sumber daya alam—suatu negara untuk membangun dan membina
negara. Para
penyelenggara pemerintahan nasional hendaknya menyu-sun pembinaan politik
nasional berdasarkan kondisi dan situasi geomor-fologi secara ilmiah
berdasarkan cita-cita bangsa. Sedangkan
geostra-tegi diartikan sebagai pelaksanaan geopolitik dalam negara. (Poernomo,
1972) .
Teori geopolitik kemudian berkembang
menjadi konsepsi wa-wasan nasional bangsa.
Oleh karena itu wawasan nasional bangsa selalu mengacu pada
geopolitik. Dengan wawasan nasional suatu
negara kita dapat mempelajari kemana arah perkembangan suatu negara.
Beberapa Pandangan Para
Pemikir Geopolitik
Sebelum
membahas wawasan nasional terlebih dahulu perlu pembahasan tentang beberapa
pendapat dari para penulis geopolitik.
Semula geopolitik adalah ilmu bumi politik yang membahas masalah politik
dalam suatu negara, namun berkembang menjadi ajaran yang melitimasikan Hukum
Ekspansi suatu negara. Hal ini tidak
terlepas dari para penulis antara lain :
1.
Friedrich Ratzel (1844-1904). Teori yang dikemukakan adalah teori Ruang
yang dalam konsepsinya dipengaruhi oleh ahli biologi Charles Darwin. Ia menyamakan negara sebagai makhluk hidup
yang makin sempurna serta membutuhkan ruang hidup yang makin meluas, karena
kebutuhan. Dalam teorinya bahwa bangsa
yang berbudaya tinggi akan membutuhkan sumber daya yang tinggi dan akhirnya
mendesak wilayah bangsa yang “primitif”.
Pendapat ini dipertegas Rudolf Kjellen (1864-1922) dengan teori
kekuatan, yang pada pokoknya menyatakan bahwa negara adalah satuan politik yang
menyeluruh serta sebagai satuan biologis yang memiliki inte-lektualitas. Dengan
kekuatannya mampu ekploitasi negara “primi-tif” agar negaranya dapat
swasembada. Beberapa pemikir sering
menyebutnya sebagai Darwinisme sosial.
2.
Karl Haushofer (1869-1946).
Haushofer yang pernah menjadi atase militer di Jepang meramalkan bahwa
Jepang akan menjadi negara yang jaya di dunia.
Untuk men-jadi jaya bangsa harus mampu benua-benua di dunia. Ia berpen-dapat bahwa pada hakikatnya dapat
dibagai atas empat kawasan benua (Pan Region) dan dipimpin oleh negara
unggul. Teori Ruang dan Kekuatan,
merupakan hasil penelitiannya serta dikenal pula sebagai Teori Pan Regional :
a.
Lebensraum (ruang hidup) yang “cukup”
b.
Autarki (swasembada).
c. Dunia
dibagi 4(empat) Pan Region, tiap region dipimpin satu bangsa (nasion) yang
unggul. Pan region : Pan Amerika, Pan
Asia Timur, Pan Rusia India ,
Pan Eropa Afrika. Dari pemba-gian daerah inilah kita dapat segera
tahu percaturan politik masa lalu dan masa depan.
Pengaruh Haushofer—menjelang
Perang Dunia II—sangat besar di Jerman maupun di Jepang. Semboyan Macht
und Erde di Jerman serta doktrin Fukoku
Kyohei melandasi pembangunan kekuatan angkatan perang kedua negara
menjelang Perang Dunia II.
3. Sir Halford Mackinder (1861-1947).
Teori Daerah Jantung (dikenal pula sebagai wawasan benua). Dal-am teori ahli geografi ini mungkin
terkandung agar negara lain selalu berpaling pada pembentukan kekuatan
darat. Dengan demikian tidak mengganggu pengembangan armada laut Inggris. Teorinya dapat disimpulkan :
a.
Dunia terdiri :
9/12 air, 2/12 pulau dunia (Eropa, Asia ,
Afrika), 1/12 pulau lain
b.
Daerah terdiri : Daerah Jantung (Heartland), terletak
di pulau dunia yaitu : Rusia, Siberia, Sebagian Mongolia, Daerah Bulan Sabit
Dalam (inner cresent) meliputi : Eropa
Barat, Eropa Selatan, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Timur, dan Bulan Sabit
Luar (outer cresent) meliputi : Afrika, Australia, Amerika/ Benua Baru.
c.
Bila ingin menguasai dunia, harus kuasai Daerah
Jantung, untuk itu diperlukan kekuatan darat yang memadai.
Teori geopolitik Mackinder dapat disimpulkan sebagai berikut (Sunardi,
2004 : 166) adalah :
Who rules East Europe
commands the Heartland, Who
rules the Heartland commands the World Island,
Who rules the world Island commands the World.
3.
Sir Walter Raleigh (1554-1618) dan Alfred T. Mahan (1840-1914)
Teori
Kekuatan Maritim yang dicanangkan oleh Raleigh ,
bertepatan dengan kebangkitan armada Inggris dan Belanda yang ditandai de-ngan kemajuan teknologi perkapalan dan pelabuhan
serta semangat perdagangan yang tidak lagi mencari emas dan sutera di Timur
(Simbolon.1995 : 425). Pada masa ini pula lahir tentang pemikiran hukum
laut internasional yang berlaku sampai tahun 1994 (setelah UNCLOS 1982
disetujui melalui SU PBB).
a. Sir W. Raleigh : Siapa yang kuasai laut akan
menguasai perda-gangan dunia/kekayaan dunia dan akhirnya menguasai dunia, oleh
karena itu harus memiliki armada laut yang kuat. Sebagai tindak lanjut maka Inggris berusaha
menguasai pantai-pantai benua, paling tidak menyewanya.
b. Alfred T. Mahan : Laut untuk kehidupan,
sumber daya alam banyak terdapat di laut, oleh karena harus dibangun armada
laut yang kuat untuk menjaganya. Menurut
Mahan disamping hal tersebut juga perlu diperhatikan juga, masalah akses ke
laut, dan jumlah penduduk karena faktor ini juga akan memungkinkan kemampuan
industri untuk kemandiran suatu bangsa dan negara.
5.
Giulio Douhet (1869-1930) dan William Mitchel (1879-1936).
Awal abad
XX merupakan kebangkitan ilmu pengetahuan pener-bangan. Kedua orang ini mencita-citakan berdirinya
Angkatan Uda-ra. Dalam teorinya,
menyebutkan bahwa kekuatan udara mampu beroperasi hingga garis belakang lawan
serta kemenangan akhir ditentukan oleh kekuatan udara.
7. Nicholas J. Spijkman (1893-1943)
Teori Daerah Batas (Rimland theory).
Teorinya dipengaruhi oleh Mackinder dan Haushoffer, terutama dalam
membagi daerah. Karena ia adalah bangsa
Belanda yang pada dasarnya bangsa mari-tim, maka menurutnya penguasaan daerah
jantung harus ada akses ke laut dan hendaknya menguasai pantai sepanjang Eurasia . Dalam
teorinya tersirat :
a.
Dunia menurutnya terbagi 4 yaitu daerah Jantung (Heartland), Bulan Sabit
Dalam (Rimland), Bulan Sabit Luar dan Dunia Baru (Benua Amerika).
b.
Menggunakan kombinasi kekuatan darat, laut, udara untuk ku-asai dunia.
c. Daerah Bulan Sabit Dalam (Rimland) akan lebih
besar penga-ruhnya dalam percaturan politik dunia daripada daerah jantung.
d.
Wilayah Amerika yang paling ideal dan menjadi negara terkuat.
8. Bangsa Indonesia.
Wawasan bangsa Indonesia tersirat melalui UUD 1945
antara lain :
a. Ruang hidup bangsa terbatas diakui
internasional.
b.
Setiap bangsa sama derajatnya, berkewajiban menjaga
per-damaian dunia.
c.
Kekuatan bangsa untuk mempertahankan eksistensi dan
kemakmuran rakyat.
Dari pembahasan tersebut diatas
dapaat disimpulkan bahwa teori geopolitik menjadi doktrin dasar bagi
terbentuknya negara nasional yang kuat dan tangguh. Sebagai diktrin dasar ada empat unsur yang
perlu diperhatikan yaitu (Sunardi, 2004 : 189 s/d 177) :
1.
Konsepsi Ruang, yang merupakan aktualisasi dari
pemikiran negara sebagai organisasi hidup.
Ruang yang merupakan inti dari konsepsi geopolitik merupakan wadah
dinamika politik dan militer. Hal juga
dapat dirasakan pada era Perang Dingin—antara Blok Barat dan Blok Timur—dimana
kedua kutub saling mencari pengaruh di dunia ketiga (Negara Sedang
Berkembang).
2.
Konsepsi Frontier, yang merupakan konsekwensi dari
kebutuhan dan lingkungan. Frontier
merupakan batas imajiner antara dua negara yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu batas resmi (boundary) dapat
bergeser karena berbagai pengaruh terutama masalah sosial, budaya, maupun
ekonomi. Pengaruh negara
asing/tetangga—yang lebih maju—bila tidak ditangani secara serius akan menimbulkan
gejolak politik yang melabilkan Pemerintah.
3.
Konsepsi Politik Kekuatan, yang ingin menjelaskan
tentang kehi-dupan bernegara. Politik
kekuatan yang merupakan faktor dinamika kehidupan bangsa karena dinamika
organisme bangsa. Dunia yang menyempit dan percepatan jalannya sejarah (Wright,
1941 : 5 s/d 7) sebagai akibat revolusi teknik dapat duinia makin terbuka dan
cita-cita dunia tanpa batas (Ohmae, 1990 : 214)—merupakan ciri
globalisasi—harus dapat ditangkal oleh setiap negara lebih-lebih ba-gi negara
sedang berkembang.
4.
Konsepsi Keamanan Negara dan Bangsa, yang kemudian
melahirkan konsepsi geostrategi.
Geopolitik akhirnya bertujuan untuk penga-manan negara baik secara fisik
maupun sosial (ekonomi, budaya dan kehidupan siosial lainnya). Untuk itu perlu
dipersiapkan daerah penyangga yang dikenal sebagai daerah frontier yang
berbatasan dengan negara jiran dan dipersiapkan secara sistematis pembangunannya.
GEOPOLITIK INDONESIA
Wawasan Nasional
Wawasan dari kata wawas yang berarti
meninjau, memandang, mengamati. Dengan
demikian wawasan dapat diartikan konsepsi cara pandang (KBBI, 2002 :
1271). Pada awal era reformasi menjadi
kurang populer, sehingga para politisipun enggan menggunakan istilah ini (tidak
lagi tersurat dalam GBHN 1999 sebagai wawasan bangsa).
Wawasan nasional bangsa terbentuk karena bangsa tinggal dalam suatu
wilayah—yang diakui sebagai miliknya—untuk kehidupannya. Oleh karena itu, apabila kita membahas bangsa
akan terkait pula masalah : sejarah diri dan budaya, falsafah hidup serta
tempat tinggal dan lingkungannya. Dari
ketiga aspek tercetus aspirasi bangsa yang kemu-dian dituangkan dalam
perjanjian tertulis—konstitusi—maupun tidak tertulis namun tetap menjadi
catatan hidup—motivasi—yang semuanya dituangkan menjadi ajaran—doktrin—dasar
untuk membangun negara yang berupa wawasan nasional.
Wawasan nasional bangsa Indonesia ,
dinamakan Wawasan Nusantara, yang merupakan implementasi perjuangan pengakuan
se-bagai negara kepulauan yang disesuaikan dengan kemajuan jaman. Pada masa lalu paham negara kepulauan hanya
meliputi kumpulan pulau-pulau—berdasarkan contour—yang dipisahkan oleh
laut. Paham Nusan-tara menunjukkan 2
(dua) arah pengaruh :
1.
Ke dalam : berlaku asas kepulauan, yang menuntut
terpadunya unsur tanah dan air yang selaras dan serasi guna merealisasikan
wujud tanah air.
2.
Ke luar : berlakunya asas posisi antara, yang menuntut
posisi kuat bagi Indonesia
untuk dapat berdiri tegak
|
dari tarikan segala penjuru.
Wawasan Nusantara
Geopolitik
Indonesia dinamakan Wawasan Nusantara, yang
secara umum didefinisikan sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
tentang dirinya yang bhineka, dan lingkungan geografinya yang berwujud negara
kepulauan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuannya adalah untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional dan turut
serta menciptakan dalam ketertiban dan perdamaian dunia. Kesemua itu dalam rangka mencapai Tujuan
Nasional. Oleh karena itu
hakekat tujuan wawasan nusantara adalah kesatuan dan persatuan dalam
kebhinekaan, yang mengandung arti :
1.
Penjabaran tujuan nasional yang telah diselaraskan
dengan kondisi, posisi dan potensi geografi serta kebhinekaan budaya.
2.
Pedoman pola tindak dan pola pikir kebijaksanaan
nasional
3.
Hakikat Wawasan
Nusantara persatuan dan kesatuan dalam ke-bhinekaan.
Kedudukan Wawasan Nusantara
Dalam sistem kehidupan nasional Indonesia
sebagai paradigma kehidupan Nasional Indonesia yang urutannya sebagai berikut :
1.
Pancasila sebagai filsafat, ideologi bangsa dan dasar
negara.
2.
UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
3.
Wawasan Nusantara sebagai geopolitik bangsa Indonesia .
4.
Ketahanan Nasional sebagai geostrategi bangsa dan
negara Indonesia .
5.
Politik dan strategi nasional sebagai kebijaksanaan
dasar nasional dalam pembangunan nasional.
Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional sebagai doktrin da-sar pengaturan kehidupan nasional. Sedangkan politik dan strategi na-sional
sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam bentuk GBHN—masa Orba—yang dijabarkan
lebih lanjut dalam kebijaksanaan strategi pada strata di bawahnya.
Doktrin dasar adalah himpunan
prinsip atau teori yang diajarkan, dianjur-kan dan diterima sebagai kebenaran,
untuk dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan, dalam usaha mencapai
tujuan. Doktrin dasar adalah doktrin
yang timbul dari pemikiran yang bersifat falsafah.
Peranan Wawasan Nusantara
Dalam kehidupan nasional, Wawasan
Nusantara dikembangkan peranannya untuk :
1.
Mewujudkan serta
memelihara persatuan dan kesatuan yang serasi dan selaras, segenap aspek
kehidupan nasional.
2.
Menumbuhkan rasa
tanggung jawab atau pemanfaatan lingkungan-nya. Peranan ini berkaitan dengan
adanya hubungan yang erat dan saling terkait dan ketergantungan antara bangsa
dengan ruang hi-dupnya. Oleh karena itu pemanfaatan lingkungan harus
bertanggung jawab. Bila tidak, maka akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang
pada akhirnya akan merugikan bangsa itu sendiri.
3.
Menegakkan kekuasaan
guna melindungi kepentingan nasional.
Ke-pentingan nasional menjadi dasar hubungan antara bangsa. Apabila satu
bangsa kepentingan nasionalnya sejalan atau paralel dengan kepentingan nasional
bangsa lain, maka kedua bangsa itu akan mu-dah terjalin hubungan
persahabatan.
4.
Merentang hubungan
internasional dalam upaya ikut menegakkan perdamaian.
Wajah Wawasan Nusantara
Pengertian istilah wajah adalah
roman muka. Wajah manusia hanya satu,
tetapi wajah itu memiliki beberapa roman muka dan tiap roman muka berbeda satu
dengan yang lain sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Dalam hubungan itu dapat dikatakan
bahwa geopolitik Indonesia
hanya satu yaitu Wawasan Nusantara (Wasantara). Tetapi wajahnya lebih dari satu
yaitu ada 4 wajah meliputi :
1.
Wajah Wasantara sebagai
wawasan nasional yang melandasi konsepsi Ketahanan Nasional.
2.
Wajah Wasantara sebagai
wawasan pembangunan nasional.
3.
Wajah Wasantara sebagai
wawasan pertahanan dan keamanan.
4.
Wajah Wasantara sebagai
wawasan kewilayahan.
Wasantara sebagai Landasan Konsepsi Ketahanan Nasional
Wajah
Wawasan Nusantara dalam pengembangannya dipandang sebagai konsepsi politik
ketatanegaraan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional. Sebagai suatu konsepsi
politik yang didasarkan pada pertim-bangan konstelasi geografis, wawasan
nusantara dapat dikatakan meru-pakan penerapan teori geopolitik dari bangsa Indonesia .
Dengan demikian wawasan nusantara
selanjutnya menjadi lan-dasan penentuan kebijaksanaan politik negara. Dalam
perjuangan menca-pai tujuan nasional akan banyak menghadapi tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan, baik yang datang dari luar negeri maupun dari dalam
negeri sendiri. Untuk menanggulanginya
dibutuhkan suatu keku-atan, baik fisik maupun mental. Semakin tinggi kekuatan tersebut maka semakin
tinggi pula kemampuannya. Kekuatan dan kemampuan inilah yang diistilahkan
ketahanan nasional. Semakin tinggi
ketahanan nasi-onal yang dapat dicapai maka semakin mantap pula kesatuan dan
persa-tuan nasional. Semakin mantapnya persatuan dan kesatuan nasional berarti
semakin dekat kita dalam mencapai tujuan nasional. Berdasarkan rangkaian pemikiran yang demikian
itu, maka ketahanan nasional diar-tikan sebagai konsepsi pengaturan dan
penyelenggaraan dalam mencapai persatuan dan kesatuan nasional dalam rangka
keseluruhan mencapai kesejahteraan dan keamanan nasional. Bertolak dari pandangan ini maka ketahanan
nasional merupakan geostrategi nasional, untuk mencapai sasaran-sasaran yang
telah ditegaskan dalam wawasan nusantara.
Ketahanan nasional ini perlu dibina, dipelihara dan ditingkatkan dengan
berpedoman pada wawasan nusantara yang juga serentak untuk memberi isi
kepadanya.
Wasantara
sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
Menurut UUD 1945, MPR wajib membuat
GBHN. GBHN —masa Orba—menegaskan bahwa wawasan dalam
penyelenggaraan pem-bangunan nasional adalah Wawasan Nusantara, yang bersumber
pada Pancasila dan berdasarkan UUD’45. Wawasan Nusantara adalah cara pandang
dan sikap bangsa Indonesia
mengenai diri dan ling-kungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang mencakup :
1.
Perwujudan kepulauan
nusantara sebagai satu kesatuan politik dalam arti :
a.
Bahwa kebulatan wilayah
nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah,
wadah, ruang hidup dan kesatuan matra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan
milik bersama bangsa.
b.
Bahwa bangsa Indonesia yang
terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah serta
memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa harus merupakan kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c.
Bahwa secara
psikologis, bangsa Indonesia
harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta
mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa.
d.
Bahwa Pancasila adalah
satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang melandasi,
membimbing dan meng-arahkan bangsa menuju tujuannnya.
e.
Bahwa kehidupan politik
diseluruh wilayah Nusantara meru-pakan satu kesatuan politik yang
diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD ‘45.
f.
Bahwa seluruh kepulauan
Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam arti bahwa hanya ada satu
hukum nasional yang mengabdi kepentingan nasional.
g.
Bahwa bangsa Indonesia yang
hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui politik
luar negeri bebas dan aktif serta diabadikan pada kepen-tingan nasional.
2.
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi, dalam arti
:
a.
Bahwa kekayaan wilayah
Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa
dan bahwa ke-perluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah
tanah air.
b.
Tingkat perkembangan
ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan kehidupan
ekonominya.
c.
Kehidupan perekonomian
di seluruh wilayah Nusantara meru-pakan satu kesatuan ekonomi yang
diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan
ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2.
Perwujudan kepulauan
Nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan budaya dalam arti :
a.
Bahwa masyarakat Indonesia
adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan
terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata dan seimbang serta
adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa.
b.
Bahwa budaya bangsa Indonesia pada
hakekatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan
keka-yaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengem-bangan budaya
bangsa seluruhnya dengan tidak menolak nilai-nilai budaya lain yang tidak
bertentangan dengan nilai budaya bangsa yang hasil-hasilnya dapat dinikmati
oleh bangsa.
4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu
kesatuan Pertahanan dan Keamanan, dalam arti :
a.
Bahwa ancaman terhadap
satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman terhadap seluruh
bangsa dan negara.
b.
Bahwa tiap-tiap warga
negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara dan
bangsa.
Dari rangkaian uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
:
1.
Wawasan
Nusantara merupakan penjabaran tujuan nasional yang telah diselaraskan dengan
kondisi, posisi dan potensi geografi serta kebhinekaan bangsa dalam rangka
mewujudkan persatuan dan kesatuan.
2.
Wawasan Nusantara
merupakan pola tindak dan pola pikir dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Wasantara
sebagai Wawasan Pertahanan dan Keamanan Negara
Wawasan Nusantara adalah pandangan
geopolitik Indonesia dalam
mengartikan tanah air Indonesia
sebagai satu kesatuan yang me-liputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan
negara. Mengingat bentuk dan letak
geografis Indonesia
yang merupakan suatu wilayah lautan dengan pulau-pulau di dalamnya dan
mempunyai letak equatorial beserta segala sifat dan corak khasnya, maka
implementasi nyata dari Wawasan Nusantara yang menjadi kepentingan-kepentingan
pertahanan keamanan negara harus ditegakkan.
Realisasi penghayatan dan pengi-sian Wawasan Nusantara disatu pihak
menjamin keutuhan wilayah nasional dan melindungi sumber-sumber kekayaan alam
beserta penye-larasannya, sedangkan dilain pihak dapat menunjukkan kedaulatan
negara Republik Indonesia .
Untuk dapat memenuhi tuntutan itu dalam perkembangan dunia, maka seluruh
potensi pertahanan keamanan negara haruslah sedini mungkin ditata dan diatur
menjadi suatu kekuatan yang utuh dan menyeluruh. Kesatuan Pertahanan dan Keamanan negara
mengandung arti bahwa ancaman terhadap sebagian wilayah manapun pada hakekatnya
merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
Wasantara
sebagai Wawasan Kewilayahan
Sebagai faktor eksistensi suatu
negara wilayah nasional perlu ditentukan batas-batasnya agar tidak terjadi
sengketa dengan negara tetangga. Oleh karena itu pada umumnya batas-batas
wilayah suatu negara dirumuskan dalam konstitusi negara (baik tertulis maupun tidak
tertulis). Namun UUD’45 tidak memuat
secara jelas ketentuan wilayah negara Republik Indonesia , baik dalam Pembukaan
maupun dalam pasal-pasalnya menyebut wilayah/daerah yaitu :
1.
Pada Pembukaan UUD’45,
alinea IV disebutkan “…..seluruh tumpah darah Indonesia …..”
2.
Pasal 18, UUD’45 :
“Pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil ……………”
Untuk dapat memahami manakah yang
dimaksudkan dengan wilayah atau tumpah darah Indonesia itu, maka perlu
ditelusuri pemba-hasan-pembahasan yang terjadi pada sidang-sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada bulan Mei –
Juni1945, yang ditetapkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indone-sia (PPKI), sehari setelah Proklamasi
Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, adalah bersumberkan pada Rancangan UUD dan
Piagam Jakarta yang dihasilkan oleh BPUPKI. Dalam rangkaian sidang-sidang
BPUPKI bulan Mei – Juni 1945, telah dibahas masalah wilayah Negara Indonesia merdeka yang lebih populer disebut
tanah air atau juga “tumpah darah” Indonesia .
Dalam sidang-sidang ini yang patut
dicatat adalah pendapat : Dr. Supomo, SH dan Muh. Yamin, SH pada tanggal 31 Mei
1945 serta Ir. Sukarno tanggal 1 Juni 1945.
Supomo
mennyatakan, a.l.:
“Tentang syarat mutlak
lain-lainya, pertama tentang daerah, saya mufakat dengan pendapat yang
menga-takan : pada dasarnya Indonesia
yang harus meliputi batas Hindia Belanda…” (Setneg RI ,
tt : 25)
Muh Yamin menghendaki, a.l :
“…..
bahwa Nusantara terang meliputi Sumatera, Jawa-Madura, Sunda Kecil, Borneo, Selebes,
Maluku-Ambon, dan semenanjung Malaya, Timor dan Papua. ….Daerah kedaulatan
negara Republik Indonesia
ialah daerah yang delapan yang menjadi wilayah pusaka bangsa Indonesia ”. (Setneg RI ,
tt : 49)
Sukarno
dalam pidatonya, a.l. :
“
….. Orang dan tempat tidak dapat
dipisahkan. Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah
kakinya. … Tempat itu yaitu tanah-air.
Tanah-air itu adalah satu kesatuan. Allah SWT membuat peta dunia, menyusun peta
dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan dimana
“kesatuan-ke-satuan” disitu. Seorang
anak kecilpun, jikalau ia meli-hat dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan
In-donesia merupakan satu kesatuan. ….” (Setneg
RI , tt : 66)
Yang disepakati sebagai wilayah
negara Indonesia
adalah bekas wilayah Hindia Belanda.
Namun demikian dalam rancangan UUD maupun dalam keputusan PPKI tentang
UUD 1945, ketentuan tentang mana wilayah negara Indonesia itu tidak dicantumkan.
Hal ini dijelaskan oleh ketua PPKI—Ir. Sukarno—bahwa : dalam UUD yang modern,
daerah (= wilayah) tidak perlu masuk dalam UUD (Setneg RI ,
tt : 347). Berdasarkan penjelasan dari
Ketua PPKI tersebut, jelaslah bahwa wilayah atau tanah air atau tumpah darah Indonesia
meliputi batas bekas Wilayah Hindia Belanda.
Untuk menjamin pelestarian
kedaulatan, serta melindungi unsur wilayah dan kepentingan nasional dibutuhkan
ketegasan tentang batas wilayah.
Ketegasan batas wilayah tidak saja untuk mempertahankan wilayah tetapi
juga untuk menegaskan hak bangsa dan negara dalam pergaulan internasional. Wujud geomorfologi Indonesia berdasarkan
Pancasila—dalam arti persatuan dan kesatuan—menuntut suatu konsep kewilayahan
yang memandang daratan/pulau, lautan serta udara angkasa diatasnya, sebagai
satu kesatuan wilayah. Dari dasar inilah
laut bukan lagi sebagai alat pemisah wilayah.
Dalam menentukan batas wilayah
negara, Pemerintah RI meng-acu pada Aturan peralihan UUD-45,
pasal II—“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang dasar ini”—yang
memberlakukan undang-undang sebelumnya.
Pemerintah Hindia Belanda telah menge-luarkan peraturan
perundang-undangan wilayah dan termuat dalam Ordomantie tahun 1939 yang
diundangkan pada 26 Agustus 1939 yang dimuat dalam Staatblad No. 422 tahun
1939, tentang “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie”. Berdasarkan ketentuan ordonansi ini,
penentuan lebar laut wilayah sepanjang 3 mil laut dengan cara penarikan garis
pangkal berdasar garis air pasang surut, yang dikenal pula mengikuti contour
pulau/darat. Ketentuan demikian itu mempunyai konsekwensi bahwa secara
hipotetis setiap pulau yang merupakan bagian wilayah negara Republik Indonesia
mempunyai laut teritorial sendiri-sendiri.
Sedangkan disisi
luar atau sisi laut (outer limits) dari tiap-tiap laut teritorial dijumpai laut
bebas. Jarak antara satu pulau dengan
pulau lain yang menjadi bagian wilayah negara Republik Indonesia “dipi-sahkan”
oleh adanya kantong-kantong laut yang berstatus sebagai laut bebas yang berada
diluar yuridiksi nasional kita. Dengan
demikian dalam kantong-kantong laut nasional tidak berlaku hukum nasional.
Berdasar
itulah pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan pengumuman Pemerintah Republik
Indonesia tentang wilayah perairan Negara Republik Indonesia yang dikenal
sebagai “Deklarasi Juanda”—Ir. Juanda
pada periode itu sebagai Perdana Menteri Republik Indo-nesia—yang pada
hakekatnya melakukan perubahan terhadap ketentuan ordonansi pada
lembaran negara (staatblad) no. 422 tahun 1939 sebagai berikut :
1.
Cara
penarikan batas laut wilayah tidak lagi didasarkan pada garis pasang surut (low
water line), tetapi didasarkan pada sistem pe-narikan garis lurus (straight
base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang
terluar dari pada pulau-pulau atau bagian pulau yang termasuk kedalam wilayah
negara Republik Indonesia (= point to
point theory).
2.
Penentuan
lebar laut wilayah dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut. Deklarasi Juanda pada
hakikatnya adalah menerapkan asas archipelago atau asas nusantara. Didalam deklarasi ini terkandung kepentingan dan tujuan
bangsa Indonesia ialah keutuhan wilayah negara di lautan.
Deklarasi
ini selanjutnya diakomodasikan dalam rangkaian peraturan perundang-undangan,
sebagai berikut :
1.
Undang-undang no. 4 PRP
tahun 1960 tentang perairan Indonesia .
Dalam UU ini
diberikan penjelasan dan kejelasan tentang :
a.
alasan atau argumentasi
perlunya meninjau kembali peraturan tentang penentuan batas laut wilayah.
b.
Makna dan pengertian :
perairan Indonesia , laut
wilayah Indo-nesia, perairan pedalaman Indonesia .
2.
Peraturan Pemerintah
no. 8 tahun 1960 tentang lalu-lintas laut damai perairan Indonesia . Peraturan ini menentukan aturan-aturan,
antara lain tentang : lalu lintas laut
damai kendaraan air asing di perairan pedalaman, pengertian dan makna lalu
lintas damai kendaraan asing, bentuk dan luas kedaulatan wilayah Nusantara
sejak “Deklarasi Juanda 1957”.
Tantangan Bangsa Indonesia Akibat Deklarasi Juanda
Dengan adanya Deklarasi Juanda,
secara yuridis formal negara kita menjadi utuh tidak terpecah lagi. Hal ini menimbulkan reaksi bebe-rapa negara
yang beragam dan dapat dikatagorikan menjadi 4 (Kusuma-atmaja, 2002 : 26)
1.
Negara-negara ASEAN termasuk Australia dan kini Timor Leste.
2.
Negara-negara yang berepentingan terhadap usaha perikanan
laut.
3.
Negara-negara maritim yang memiliki armada angkutan
niaga besar.
4.
Negara maritim besar—terutama negara adidaya—dalam
rangka memcapai global strataegi.
Tidak kalah penting adalah tantangan
ke dalam yakni : mema-hami makna negara kepulauan, makna “benua maritim” (Zen,
2005), menghilangkan faham bahwa batas wilayah tidak lagi berdasarkan garis
pantai atau “contour/coastline” base, tetapi atas dasar base line.
GEOPOLITIK DAN HUKUM
KEWILAYAHAN
Hukum Laut dan Perkembangannya
Perkembangan Sejarah hukum laut tidak lepas dari kemajuan
teknologi maritim—perkapalan dan kepelabuhanan—Belanda dan Inggris serta
orientasi komoditi perdagangan dunia (Simbolon, 1995). Pasca Perang Sabil/Salib sampai dengan bagian
akhir jaman pencerah-an (renaissance) laut praktis hanya menjadi milik Spanyol
dan Portugal ,
sehingga ada semacam pembagian wilayah yuridiksi dari kedua negara
tersebut. Bagian akhir jaman pencerahan (renaissance),
tekno-logi maritim Belanda dan Inggris melampaui Spanyol dan Portugal. Oleh karena itu hukum laut banyak
ditentukan oleh polemik bangsa Belanda dan Inggris.
Namun sebelum membahas
polemik yang menghasilkan regim hukum laut, ada baiknya kita bahas lebih dahulu
hakekat laut. Hakekat laut adalah :
1.
Bebas, merdeka dan bergerak serta relatif tetap dan
tidak mudah dirusak.
2. Datar dan terbuka, tidak dapat dipakai
sembunyi.
3. Tidak dapat dikuasai secara mutlak (tidak
dapat dikapling, sulit diberi tanda).
4.
Media macam-macam alat angkut, terutama yang bervolume
besar.
Dari
hakekat tersebut timbul falsafah hukum laut yang berbuntut pada perebutan
wilayah laut, yakni :
1.
Res Nullius : Laut tidak ada yang memiliki, oleh
karenanya dapat diambil dan dimiliki masing-masing negara.
2.
Res Communis : Laut milik masyarakat dunia, oleh karena
itu tidak dapat diambil/dimiliki oleh masing-masing negara.
Belanda dan Inggris merasa bahwa
mereka tidak harus tunduk pada negara yang lebih “primitif”. Oleh karena itu para ahli hukum dari kedua
negara tersebut saling berpolemik mengeluarkan argumentasi ten-tang hak atas
laut.
1.
Hugo Grotius, seorang ahli hukum internasional Belanda
membe-rikan teori “Mare Liberum” (laut bebas).
Laut tidak dapat dikuasai suatu negara dengan jalan “okupasi”
(menduduki), oleh karena itu laut menjadi bebas.
2.
John Selden, seorang Inggris seorang ahli hukum Inggris
pada tahun 1635 menulis tentang hukum laut dengan judul, “Mare Clausum” (hak
kuasai laut), sebagai jawaban atas teori Grotius. Setiap negara dapat menguasai laut.
Sebagai koreksi atas tulisan
tersebut diatas, Grotius membuat argumen bahwa, laut wilayah dapat dimiliki
sepanjang dapat dikuasai dari darat. Ini
berarti laut hanya milik negara pantai.
Selanjutnya Selden menginginkan adanya hak lintas damai bagi kapal-kapal
dengan alasan untuk membeli suplai segar dari negara pantai
Cornelis Bijenkershoek (seorang
Belanda), berpendapat bahwa laut wilayah adalah 3 mil laut dari pantai pada
saat pasang surut. Ar-gumentasi ini
didasari bahwa jangkauan meriam + 3 mil.
Ketentuan ini berlaku hingga tahun 1994 yaitu dengan adanya pengesahan
melalui Sidang Umum PBB, yang merupakan tindak lanjut dari United Nations
Convention on the Law of the Sea—dikenal UNCLOS 1982—berda-sarkan persetujuan
118 negara di Montego Bay, Jamaica tahun
1982.
Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui Dekla-rasi tanggal 13 Desember 1957 mengajukan NKRI perlu laut wilayah (territory water)
selebar 12 mil laut dari Garis Pangkal/Garis Dasar (Base Line) atas dasar
“Point to point theory”. Dengan demikian
laut antar pu-lau menjadi Perairan Pedalaman (internal waters). Selanjutnya laut wilayah dan laut pedalaman
dikenalkan sebagai laut Nusantara.
Sebagai
akibat konvensi hukum laut timbul bermacam tipe per-airan, hal ini tidak
terlepas karena perhatian orang yang besar pada laut. Untuk itu dibahas beberapa masalah yang
menyangkut hukum laut :
1.
Laut Teritorial/Laut Wilayah (Territorial Sea )
: wilayah laut yang le-barnya tidak melebihi 12 mil dari garis pangkal/garis
dasar (base line). Garis dasar
adalah garis yang menghubungkan
titik-titik terluar pulau terluar.
2.
Perairan Pedalaman (Internal waters) : wilayah laut
sebelah dalam dari da-ratan/sebelah dalam dari GP. Negara pantai mempunyai kedaulatan penuh.
3.
Zona Tambahan (Contiguous Zone) : wilayah laut yang lebarnya ti-dak boleh
melebihi 12 mil dari Laut Teritorial, merupakan wilayah Negara Pantai untuk
melakukan pengawasan pabean, fiskal, imi-grasi, sanitasi dalam wilayah laut
territorial.
4.
Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone) :
wilayah laut yang tidak melebihi 200 mil
dari GP. Negara yang bersangkutan
mempunyai hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploi-tasi, konservasi
dan pengelolaan sumber kekayaan hayati perairan.
5.
Landas Kontinen (Continental Shelf) : wilayah laut
Negara Pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, terletak di luar laut
teritorial sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah. Jarak 200 mil GP atau maksimal 350 mil, atau
tidak melebihi 100 mil dari kedalaman 2.500 m.
6.
Laut Lepas (High Seas) dikenal pula sebagai laut
bebas/laut Inter-nasional : Wilayah laut
> 200 mil dari Garis Pangkal.
Dengan adanya ketentuan di atas
negara lain menuntut beberapa hak—yang sebenarnya adalah jaminan—dari negara
kepulauan :
1.
Lintas :
berlayar/bernavigasi melalui laut territorial, termasuk masuk dan keluar
perairan pedalaman untuk singgah di salah satu pelabuhan.
2.
Lintas Damai : bernavigasi melalui laut teritorial
suatu negara sepanjang tidak merugikan kedamaian, ketertiban, atau keamananan
negara yang bersangkutan.
3.
Lintas Transit : bernavigasi melintasi pada selat yang
digunakan untuk pelayaran internasional antara laut lepas/ZEE yang satu dan
laut lepas/ZEE yang lain.
4.
Alur Laut Kepulauan :
a.
Alur yang ditentukan oleh Negara Kepulauan untuk alur
laut dan jalur penerbangan diatasnya yang cocok digunakan untuk lintas kapal
dan pesawat terbang asing.
b.
Alur ditentukan dengan merangkai garis sumbu pada peta,
kapal dan pesawat terbang tidak boleh melintas lebih dari 25 mil kiri/kanan
dari garis sumbu
5. Laut Lepas :
a.
semua bagian laut yang tak termasuk laut territorial,
perairan pedalaman maupun ZEE.
b. laut terbuka untuk semua negara baik
berpantai maupun tidak berpantai.
c.
dalam laut lepas semua negara berhak berlayar, terbang,
riset ilmiah dan menangkap ikan.
Beberapa Perhatian Manusia Terhadap Laut
1.
Perubahan peta bumi pasca Perang Dunia II telah lahir
banyak nega-ra nasional baru yang miliki laut.
a.
laut untuk kelangsungan hidup bangsa dan kesejahteraan
rakyat.
b. perlu pengaturan bersama pemanfaatan laut
dan lingkungan un-tuk bangsa-bangsa.
2. Kemajuan Teknologi berdampak pada meningkatnya
kemampuan manusia memanfaatkan laut
3.
Bertambahnya jumlah penduduk, harus diimbangi dengan kenaikan produksi,
khususnya dari sumber kekayaan laut.
4. Bagi bangsa
Indonesia ,
laut untuk menjamin integrasi, sarana perhu-bungan dan transportasi, menjadi
salah satu sumber penghidupan, serta ditinjau dari segi militer merupakan
wahana pertahanan.
Hukum Dirgantara dan Perkembangannya
Ruang dirgantara dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu Ruang Udara dan Ruang Antariksa. Ruang udara berada di atas suatu wilayah
Negara dikatagorikan sebagai ruang Udara Nasional atau wilayah kedaulatan
Negara kolong, yang pemanfaatannya dikendalikan oleh Negara tersebut. Adapun
Ruang Antariksa pe-manfaatannya diken-dalikan secara internasional dan tidak
boleh dijadikan subyek negara kolong.
Beberapa
teori yang menjadi polemik para hukum adalah :
1.
Teori Udara Bebas (Air Freedom Theory). Bahwa ruang udara be-bas, dapat digunakan
siapa saja, timbul perbedaan persepsi : kebebasan udara tanpa ba-tas dan kebebasan udara terbatas.
2.
Teori Negara Berdaulat di Udara (Air Sovereignty
Theory). Bahwa Negara kolong berdaulat
penuh tanpa batas keatas, timbul perbedaan persepsi : kedaulatan negara kolong dibatasi oleh ketinggian ter-tentu,
negara kolong berda-ulat penuh tetapi dibatasi
oleh hak lintas damai.
3.
Masalah Ketinggian.
Sampai kini masih belum ada kesepakatan (1910) ditentukan + 500
km. Teori Penguasaan Cooper, bahwa batas
ketinggian ditentukan kemampuan teknologi masing-masing negara. Sedangkan Teori
Udara Schacter, bahwa ketinggian s/d 30 km atau s/d balon dan pesawat terbang
dapat mengapung dan diterbangkan.
4.
Batas Wilayah Udara.
Cara menentukan wilayah udara ada perbe-daan yaitu : apabila ditarik
garis tegak lurus dari permukaan bumi keatas, luas daratan dan lautan = luas udara,
ada daerah yang lowong dan dapat menimbulkan masalah. Disepakati menarik garis
dari “pusat bumi” sampai batas ruang angkasa/antariksa membentuk kerucut
terbalik. Oleh karenanya luas daerah
udara lebih luas dari-pada luas daratan dan lautan.
5.
Perjanjian Ruang Antariksa (Space Treaty) 1967
menyepakati :
Penggunaan damai bagi antariksa.
Antarariksa dan benda-bendanya menjadi wilayah internasional. Namun dalam perjanjian ini juga berlaku
pemanfaatan ruang antariksa berdasarkan “first come, first serve” yang
merugikan negara sedang berkembang. Indonesia memi-liki ruang
dirgantara yang luas, apalagi di bawah Khatulistiwa yang memiliki jalur
GSO. Sementara batas ruang udara dan
ruang anta-riksa ditetapkan 100/110 km.
Seperti halnya dengan hukum laut Indonesia juga
menuntut perla-kuan yang sama seperti hukum laut. Dalam hal ini Indonesia menuntut berlakunya
kedaulatan Negara kolong terhadap ruang Dirgantara. Paling sedikit tujuan yang
ingin dicapai ialah ruang udara Indonesia
sebagai wilayah udara (air souverignty)
nasional dan ruang antariksa Indonesia
sebagai wilayah kepentingan (air juridiction) yang diperlakukan serupa
dengan ZEE atau landas kontinen, yang meliputi pemanfaatan wilayah
Geo-stationary Satelite Orbit (GSO), Medium Earth Orbit (MEO), Low Earth Orbit
(LEO).
Geo Stationary Satellite Orbit
(GSO)
Geostationary satelit orbit adalah
suatu orbit yang berbentuk cincin terletak pada enam radian bumi di atas garis
khatulistiwa. GSO untuk menempatkan
satelit komunikasi agar satelit tersebut berada pada posisi tetap di ruang
angkasa terhadap bumi. Ketinggian GSO +
36.000 km di atas permukaan bumi. Tiga
keunikannya :
1.
GSO hanya pada padang
khatulistiwa, ruas GSO ada di negara khatulistiwa.
2.
Ukuran terbatas :
tebal + 30 km dan lebar 150 km.
3.
Satelit pada orbit ini akan mengelilingi bumi dari
barat ke timur dengan masa orbit + 24 jam (23 jam, 56 menit, 4 detik).
Panjang garis
khatulistiwa Indonesia
6.110 km, GSO Indonesia 9.997 km atau 12,5 % keliling GSO. GSO menjadi Sumber daya alam terbatas
Wilayah Nasional Negara Kesatuan
Republik Indonesia
1.
Masa
Penjajahan (Belanda dan Jepang).
Dasar :
Ordonansi Laut Teritur dan Lingkungan Maritim no 442/1939 (Territoriale Zee en Maritiem Kringen
Ordonantie no. 442/1939)
Ukuran : 3 mil dari garis pantai pada saat pasang surut (low water)
Luas
Wilayah : + 2 juta km2
2.
Setelah Proklamasi s/d 13 Desember 1957
Dasar :
Ketentuan Peralihan UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS 1950, tetap berlaku
Ordonansi no 442/1939.
3. Deklarasi Pemerintah R.I. tanggal 13 Desember 1957 (Deklarasi Juanda)
Dasar :
Pengumuman Pemerintah
RI tanggal 13 Desember 1957
PEPERPU no 4/1960 tentang Perairan Indonesia
Ukuran : 12 mil dari garis pangkal (point to point
theory)
Luas Wilayah : bertambah +
3,9 juta km2, menjadi 5,9 juta km2
4.
Deklarasi Pemerintah R.I. tanggal 17 Februari 1969
(Landas Kontingen)
Dasar : Deklarasi Pemerintah RI
tanggal 17 Februari 1969
UU no 1/1973 tentang Landas Kontingen
Luas Wilayah : Bertambah + 0,8 juta km2,
menjadi + 6,7 juta km2
5. Pengumuman Pemerintah R.I. tahun 1980 (Zona Ekonomi Eksklusif)
Dasar :
Pengumuman Pemerintah tentang Zone Ekonomi Eksklusif
UU no 5/1983 tentang Zone Ekonomi
Ekslusif (Pembenahan Kekayaan Alam dan Potensi Alam)
Luas Wilayah : Bertambah + 2,5 juta km2,
menjadi + 9,2 juta km2
GEOPOLITIK DAN OTONOMI DAERAH
Latar Belakang
Sentralisasi pelayanan dan pembinaan
kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari Pusat saja. Oleh karenanya wilayah negara dibagi atas
daerah besar dan daerah kecil. Untuk
keperluan tersebut diperlukan asas dalam mengelola daerah, yang meliputi :
1.
Desentralisasi pelayanan rakyat/publik. Dan filsafat yang dianut adalah : Pemerintah
Daerah ada karena ada rakyat yang harus dila-yanani. Desentralisasi merupakan power sharing
(otonomi formal dan otonomi material).
Otonomi daerah bertujuan untuk memu-dahkan pelayanan kepada
rakyat/publik. Oleh karena outputnya
hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat—public goods—dan
peraturan daerah—public regulation—agar tertib dan adanya kepastian hukum. Kebijakan desentralisasi : tujuan politis dan
tujuan administrasi, namun tujuan utamanya adalah pela-yanan kepada
rakyat/publik.
2.
Dekonsentrasi : diselenggarakan, karena tidak semua
tugas-tugas tek-nis pelayanan kepada rakyat dapat diselenggarakan dengan baik
oleh Pemerintah Daerah (kabupaten/kota).
Dekonsentrasi : fungsional (kanwil/kandep) dan terintegrasi (kepala
wilayah).
Pada kenyataannya otonomi daerah di Indonesia secara
luas ti-dak/belum pernah terlaksana.
Sejah masa penjajahan Belanda, Jepang dan setelah kemerdekaan otonomi
masih dalam bentuk dekonsentrasi.
Pembagian Daerah
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintah
daerah (ps 2 UU no 32/ 2004). Pemerintah
provinsi yang berbatasan dengan laut memiliki kewe-nangan wilayah laut sejauh
12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah
perairan kepulauan (ps 18 ayat (4) UU no 32/2004). Asas ini bertentangan
Deklarasi Pemerintah R.I dan telah dikukuhkan melalui UNCLOS serta telah
diratifikasi dengan UU no 6/1996 ttg Perairan Indonesia .
Yang patut diwaspadai bahwa semangat
otonomi tidak menjurus pada semangat pembentukan daerah berdasarkan etnik atau
sub kultur. Masa penjajahan Belanda
wilayah kita terbagai atas dasar pembagaian sub kultur dengan dibentuknya
daerah Karesidenan. Yang selanjutnya
terbagi habis menjadi : Provinsi, Karesidenan, Kabupaten/Kota,
Kawe-danaan, dan Kecamatan.
Globalisasi yang meyebabkan adanya
global Paradox (Naisbit, 1987 : 55) jangan sampai menyemangati pemekaran
wilayah atas atas dasar pendekatan kebudayaan sehingga menimbulkan benturan
budaya yang berakibat pecahnya negara nasional (Huntington, 1996 : 100). Oleh karena itu kita perlu perhatian khusus
pada wilayah yang dilalui Alur Laut Kepulauan—Riau, Resiau Kepulauan,
Kalimantan Barat, Bangka-Belitung, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat,
Pulau Lombok serta Maluku, Maluku Utara—yang beberapa saat lalu hingga kini
tetap ber-gejolak, baik yang berupa konflik fisik maupun konflik non fisik
(kei-nginan memisahkan diri dengan membentuk provinsi baru).
Pembagian Kewenangan (UU no 32/2004 ttg
Pemerintahan Daerah)
1.
Kewenangan Pemerintah (ps 10 ayat (3)) :
a.
politik luar negeri;
b.
pertahanan;
c.
keamanan;
d.
yustisi;
e.
moneter dan fiskal nasional; dan
f.
agama
2.
Kewenangan Wajib Pemerintah Daerah Provinsi (ps 13)
a.
perencanaan dan pengendalian pembangunanan
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan
tata ruang;
c.
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat;
d.
penyediaan sarana dan prasarana umum;
e.
penanganan bidang kesehatan;
f.
penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
masusia potensial;
g.
penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h.
pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i.
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menengah termasuk lintas kbupaten/kota;
j.
pengendalian lingkungan hidup;
k.
pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l.
pelayanan
kependudukan, dan pencatatan sipil;
m.
pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n.
pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabu-paten/ kota ;
o.
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum
dapat di-laksanakan oleh kabupaten/kota; dan
p.
urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perun-dang-undangan.
3.
Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota (pada dasar-nya sama
namun dalam skala kabupaten/kota, ps 14) :
a.
perencanaan dan pengendalian pembangunanan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan
tata ruang;
c.
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat;
d.
penyediaan sarana dan prasarana umum;
e.
penanganan bidang kesehatan;
f.
penyelenggaraan pendidikan;
g.
penanggulangan masalah sosial;
h.
pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i.
fasilitasi
pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;
j.
pengendalian lingkungan hidup;
k.
pelayanan pertanahan;
l.
pelayanan
kependudukan, dan pencatatan sipil;
m.
pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n.
pelayanan administrasi penanaman modal;
o.
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p.
urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perun-dang-undangan.
4.
Kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengelola sumber
daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah laut meliputi (ps 18):
a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan
pengelolaan laut;
b.
pengaturan administrasi;
c.
pengaturan tata ruang;
d.
penegakan hukum terhadap peraturn yang dikeluarkan oleh
daerah atau yang dilimpahklan kewenganannya oleh Pemerintah;
e.
ikut serta pemeliharaan keamanan; dan
f.
ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Sedangkan batas
wilayahnya adalah paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai kerah laut
lepas dan 1/3 nya menjadi kewengan daerah ka-bupaten/kota.
Sumber Penerimaan Pelaksanaan
Desentralisasi
Untuk
mendukung jalannya pemerintahan di daerah diperlukan dana, namun tidak semua
daerah mampu mendanai sendiri jalannya roda pemerintahan. Oleh karenanya Pemerintah harus mampu membagi
adil dan merata hasil potensi masyarakat.
Agar adil dan merata diperlukan aturan yang baku .
Dari ketentuan tersebut dikeluarkan beberapa istilah tentang dana untuk
keperluan pembinaan wilayah :
1.
Pendapatan Asli Daerah :
a.
pajak daerah;
b.
retribusi daerah;
c.
hasil pengelolaan kekayaan daerah;
d. lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
2.
Dana Perimbangan Daerah terdiri atas :
a.
Dana bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam.
b.
Dana alokasi umum
c.
Dana alokasi khusus
3.
Pinjaman Daerah, daerah dapat meminjam dari dalam
negeri dan luar negeri (melalui Pemerintah Pusat), dengan persetujuan DPRD.
4.
Lain-lain penerimaan yang sah termasuk Dana Darurat,
berasal dari Pinjaman APBN.
Daerah Frontier
Banyak pimpinan daerah—politisi dan
pejabat—daerah yang ti-dak menyadari dan mendalami makna filosofi otonomi
daerah, sehingga ada wilayah yang terpecil bahkan terisolasi pada era
globalisasi. Me-reka sering mengabaikan
daerah “hinterland”, namun apabila hinterland ini berada di tapal batas—batas
resmi, yang dikukuhkan melalui per-janjian internasional—dengan negara jiran
daerah ini merupakan daerah “frontier”.
Daerah frontier terbentuk karena sifat manusia yang saling tergantung,
baik dengan manusia maupun alam sehingga terjadi sim-biose. Kehidupan masyarakat Indonesia
dengan masyarakat negara jiran menjadi saling pengaruh mempengaruhi. Sebagai akibatnya terjadi pergeseran batas
negara secara imajiner.
Daerah frontier (Sunardi, 2004 :
151) terjadi a. l. :
1.
Dorongan ekonomi, berupa kemudahan masyarakat untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup.
2.
Dorongan sosial budaya, berupa kesamaan sub-kultur
(suku) dan kemudahan mendapatkan fasilitas perlindungan masa depan (seko-lah,
kesehatan/social security).
3.
Dorongan politik, antara lain adanya kepastian hukum
dan tidak me-nutup kemungkinan menuntut adanya referendum.
Kemudahan di
negeri jiran dapat mendorong perbuatan kriminal yang berupa a.l : pencurian
kayu, penyelundupan barang dan orang, peng-geseran patok batas, penjualan pasir
di pulau terluar dan lain sebagainya.
Pembinaan
wilayah frontier laut hendaknya mendapat prioritas mengingat banyak pulau-pulau
sepanjang perbatasan yang rawan untuk dikuasai negara tetangga. Dari 91 pulau yang menjadi titik batas
(point) ada 12 pulau yang rawan diserobot oleh negara lain baik melalui akupasi
diam-diam (silent occupation) maupun melalui penetrasi budaya dan ekonomi. Untuk
itu perlu berdirinya jawatan pencatatan pulau/pantai yang dikenal sebagai
Marine Cadastre.
Dengan
adanya Marine Cadastre dengan upaya pro aktif, diharap-kan kita mampu
menginventarisasi jumlah pulau lengkap dengan tata letak (koordinat pada peta
laut), konfigurasi—luas, letak, ciri flora dan fauna—sehingga ) kita akan mudah
mendaftarkan ke PBB di New York.
Keuntungan yg didapat antara lain :
1.
Dapat menuntut hak (claim) atas pulau tersebut di
wilayh Indonesia
apabila diduki secara diam-diam oleh negara tetangga.
2.
Jangan sampai kita kehilangan pulau tetapi tidak tahu
apa/pulau mana yang hilang.
3.
Memberikan
batas wewenang kepada daerah otonom batas laut ber-dasarkan koordinat tidak
berdasarkan perkiraan seperti sekarang ini yang berakibat pada konflik di kalangan rakyat.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Berkaitan dengan diundangkannya UU
no 32/2004 perlu ditinjau kembali rencana tata ruang wilayah (RTRW), baik
provinsi maupun kabupaten dan kota . Pada saat mengacu UU no. 22/1999 ttg
Peme-rintahan Daerah, RTRW Provinsi sudah sesuai, dan telah menjadi Perda. Namun RTRW Kabupaten dan Kota masih dibawah 50 % yang telah menjadi
Perda (dikukuhkan). Dengan
diundangkannya UU no. 32/2004, ternyata perlu mengubah RTRW. Pengubahan RTRW hendaknya meng-acu pada
Kepentingan Nasional, tidak hanya mengacu pada kepentingan daerah semata (UU
no. 24/1992). Oleh karena itu perlu
standarisasi penataan ruang, dan sudah barang tentu mengacu pada asas negara
kepulauan. Selama ini sering RTRW lebih
berorientasi pada negara kontinen, sehingga upaya pembenahan pantai kurang
berkaitan dengan masalah lingkungan hidup.
Kurangnya pemahaman akan makna hakekat negara nusantara menyebabkan
meningkatnya kerusakan lingkungan tidak saja di darat tetapi di daerah
maritim. Reklamasi pantai utara DKI
Jakarta dengan menebang hutan bakau menimbulkan banjir yang tidak saja di DKI
Jakarta tetapi juga provinsi lain.
Kasus yang sekarang masih
terkatung-katung hingga kini adalah masih adanya limbah B-3 dari Singapura yang
dionggokkan di pulau-pulau Provinsi Ke-pulauan Riau. Pulau-pulau tempat teronggokannya limbah B-3
ternyata belum terencana peruntukannya oleh Pemerintah, baik pusat maupun
daerah. Masuknya limbah B-3 sebagai
barang im-port menandakan bahwa kita masih belum—mungkin tidak—tahu akan bahaya
limbah B-3 yang dimasukkan sebagai pupuk untuk pertanian. Kerusakan lingkungan pada pulau-pulau yang
tidak berpenghuni pada gilirannya akan merugikan kita.
Dari gambaran tersebut diatas,
jelaslah bahwa kita sering mengabaikan baku
mutu lingkungan, terabaikannya salah satu sektor. Wajib memiliki analisa dampak lingkungan
(amdal) sering terabaikan karena kurang disadari oleh para pejabat di
daerah. Padahal kita hen-daknya mengacu
pada filsafat yang mendasarinya yaitu :
1.
Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara
terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras dan berkelanjutan.
2.
Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan
hukum.
Dengan menyadari
akan filsofi ini maka akan didapat hal-hal a.l. :
1.
Tercapai kelestarian, keserasian, dan keseimbangan
antara manusia dan alam.
2.
Terwujud manusia Indonesia sebagai insan lingkungan
hidup yang miliki sikap untuk melindungi dan membina lingkungan hidup.
3.
Terjamin generasi masa kini dan generasi masa depan.
4.
Tercapai kelestarian lingkungan hidup.
5.
Terkendali pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
6.
Terlindung NKRI terhadap dampak usaha kegiatan di luar
wilayah NKRI yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.
Oleh karena itu penyusunan RTRW perlu benar-benar terpadu.
Pendaftaran Wilayah Maritim (Marine cadaster)
Tanah Air Indonesia memiliki sebanyak 17.504
pulau dan yang bernama hanya 5.703 pulau dan sisanya sebanyak 11.801 belum
bernama (Data Mabes TNI, 2005). Sebagai
akibatnya dokumentasi nasional ten-tang konfigurasi kepulauan kita tidak jelas
bahkan gelap. Ini juga dise-babkan kurangnya perhatian pengambil
kebijaksanaan—negarawan dan politisi, serta para pemimpin non formal—di negeri
ini. Sebagai akibat-nya banyak
pulau-kita yang hilang—dituntut kepemilikan oleh negara jiran maupun kerusakan
oleh alam dan manusia Indonesia—yang kita tidak ketahui.
Untuk
itu perlu berdirinya jawatan pencatatan pulau/pantai yang dikenal sebagai
Marine Cadastre. Adanya Marine Cadastre dengan upaya pro aktif, diharapkan kita
mampu menginventarisasi jumlah pulau lengkap dengan tata letak (koordinat pada
peta laut), konfigurasi—luas, letak, ciri flora dan fauna—sehingga ) kita akan
mudah mendaftarkan ke PBB di New York.
Keuntungan yg didapat antara lain :
1.
Dapat
menuntut hak (claim) atas pulau tersebut di wilayh Indonesia apabila diduduki
secara diam-diam oleh negara tetangga.
2. Jangan
sampai kita kehilangan pulau tetapi tidak tahu apa/pulau mana yang hilang.
3. Memberikan
batas wewenang kepada daerah otonom batas laut ber-dasarkan koordinat tidak berdasarkan
perkiraan seperti sekarang ini yang berakibat
pada konflik di kalangan rakyat.
Upaya Menghadapi Geopolitik dan
Geostrategi Negara Jiran
Menghadapi
ASEAN dan Australia
tindakan kita paling tidak :
1.
Mewaspadai
“silent occupation” dengan pemantapan pembinaan ke-kuatan maritim.
2. Menghadapi
Australia
dengan proyek Australia Maritime Identi-fication Zone (AMIZ), kita harus segera
mengidentifikasikan pulau-pulau yang tersebar lauas.
3. Menghadapi
Malaysia
dan Singapura dengan kekerasan perlu me-waspadai adanya “Five Power Defence
Agreement” yang masih berlaku.
4. Tentunya
kunjungan Presiden dan Wakil Presiden keperbatasan akan meningkatkan rasa
nasionalisme rakyat.
Menghadapi Negara Yang
Berkepentingan dengan Perikatan :
1.
Meningkatkan kemampuan nelayan dari nelayan pantai
menjadi nelayan laut, nelayan belajar membaca peta laut dan menggunakan
peralatan navigasi lebih baik.
2.
Pembangunan desa pantai, yang diisi oleh keluarga
nelayan/pelaut tidak seperti sekarang ini yang masih dibangun oleh petani
gunung.
3.
Nelayan dijadikan monitor terhadap pengganggu negara
terhadap pencurian ikan, pencemaran lingkungan dan perusakan alat navigasi
laut.
Menghadapi Negara yang
memilik armada angkutan laut besar yang ingin tetap berperan dalam era
globalisasi :
1. Penambahan
ALKI sesuai dengan permintaan International Maritime Organization tetap ditolak
karena pada hakekatnya membuat wilayah kita terbuka sehingga merupakan contra
productive dari Deklarasi Juanda.
2. ALKI
perlu diinforemasikanb lebih intensif kepada masyarakat ma-ritim Indonesia ,
dengan ditindak lanjuti proaktif pengawasan.
Menghadapi negara adi daya
yang sejak semula menentang negara nusantara hendaknya kita tetap menolak
penambahan ALKI. Penambahan ALKI dapat
berakita wilayah kita terbuka kembali.
Laut Nusantara menjad high seas.
Daftar Acuan
Anderson,
Benedict, 2002. Imagined Communities :
Reflection on the Origin and Spread of Nationalism. Yogyakarta ,
Penerbit Insist.
Basrie,
Chaidir Drs., M.Si., 1995. Wawasan
Nusantara, Wawasan Nas-ional Indonesia .
Serpong, Lembaga Ilmu Humaniora ITI,
Depdiknas,
2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta, Balai Pustaka
Ditjen Dikti, 2001. Kapita
Selekta Pendidikan Kewarganegaraan (untuk Mahasiswa) bag I & II, Jakarta, Ditjen Dikti Depnas
--------,
2002. Modul Acuan Proses Pembelajaran MPK
Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta ,
Ditjen Dikti
Collins,
John M., 1974. Grand Strategy,Principle
and Practices. Anna-polis, Ma : US Naval Institute
Djalal,
Hasyim, 1995. Indonesia and the Law of the Sea. Jakarta , CSIS
Hardjasumantri,
Kusnadi, 1989. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta , UGM Pres
Huntington,
Samuel P., 1996. The Clash of
Civilization and the Remaking of the World Order. London, UK, Touchstone
Book co.
Kusumatmadja,
Prof. DR. Mochtar, 2003, Konsep Hukum
Negara Nusantara Pada Konvensi Hukum Laut III. Bandung , Alumni.
Mirhad,
R.P. Purnomo, 1973. Geopolitik dan
Geostrategi Indonesia. Ja-karta, Lemhannas (diktat untuk KRA)
Naisbitt,
John (terjemahan), 1994. Global Paradox,
Semakin Besar Eko-nomi Dunia Semakin Kuat Perusahaan Kecil.Jakarta,
Binarupa Aksara
Ohmae,
Kenichi, 1991. The Borderless World,
Power and Strategy in the Interlined Economy. London ,
Fontana .
Simbolon,
Parakitri T. 1995, Menjadi Indonesia ,
Buku I, Akar-akar Ke-bangsaan
Indonesia . Jakarta : Kompas
Sekretariat
Negara RI, tt. Himpunan Risalah
Sidang-sidang BPUPKI dan PPKI yang berhubungan dengan Penyusunan UUD-45. Jakarta , Setneg
Soewarso
(1981), Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional. Hak Cipta.
Sumardi,
Juajir, 1996. Hukum Ruang Angkasa (Suatu Pengantar). Jakarta, PT. Pradnya Paramita
Sunardi, R. M. (2004), Pembinaan Ketahanan Bangsa,
dalam rangka memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jakarta: PT. Kuadernita Adidarma.
Suradinata, Ermaya dan Alex Dinuth (Pnyt) (2001), Geopolitik
dan Kon-sepsi Ketahanan Nasional. Jakarta :
Paradigma Cipta Tatrigama.
Wright,
Quincy, 1942. Study of War.Chicago Ill , The University of Chi-cago Press
Lampiran :
Studi Kasus
“A” Pencurian Kayu
Sasaran Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menjelaskan dengan
pikiran logis mengenai masalah pencurian kayu berkaitan dengan ajaran
Geopolitik Indonesia (Wawasan Nusantara), Geostrategi Indonesia (Ketahanan
Nasional), Pem-bangunan Nasional/Pembangunan Berkelanjutan, masalah konservasi
sum-ber daya alam dan lingkungan.
Ketika Tenda Biru Bermunculan.
Ada pemandangan unik di
sepanjang sungai kapuas (Kalimantan) sekarang ini. Kayu-kayu gelondongan yang
jumlahnya 200-300 batang dijalin menyerupai rakit raksasa sehingga memenuhi
pinggiran sungai. Lalu lintas sungai menjadi agak terganggu karena rakit
tersebut panjang-nya dapat lebih dari 100 meter dengan lebar lebih dari 25
meter.
Rakit
tersebut ditarik kapal dari bagian hulu ke bagian hilir selama
berhari-hari. Di tengah rakit raksasa
ada bangunan sederhana terbuat dari kayu.
Di tempat inilah pemilik kayu tinggal, beristirahat dan memasak saat
menghanyutkan kayu. Karena atap bangunan
itu biasanya hanya ter-buat dari terpal plastik biru untuk menahan hujan,
masyarakat menye-butnya tenda biru.
Tenda biru itu bermunculan saat musim hujan, ketika air sungai sedang
deras. Saat itu paling baik
menghanyutkan kayu. Musim kemarau untuk
menebang kayu sebanyak-banyaknya dan musim peng-hujan untuk mengangkut
kayu-kayu tersebut. Kayu hasil tebang
liar ma-syarakat dilakukan di bagian hulu sungai yang sulit dijangkau. Hasil
penebangan perorangan dikumpulkan menjadi lebih dari 20 penebang, kemudian
diikat menjadi satu agar tak tercerai berai saat melintasi arus sungai yang
deras.
Namun pembalakan hutan (penebangan liar) yang sangat meru-gikan kita apabila
terjadi di daerah frontier.
Frontier—yang terbentuk karena tidak cukup perhatian pemerintah pada
daerah asimilasi dan tidak ada sarana sirkulasi yang cukup (Sunardi, 2004 :
162)—di wilayah kita diperparah dengan rusaknya patok perbatasan karena diterjang
oleh kayu ilegal, yang didorongkan ke arah negara jiran. Patok-patok perbatasan an-tara
Indonesia—Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur—dengan Ma-laysia Timur—Serawak
dan Sabah—sepanjang 2004 km serta hanya ada 30 pos penjagaan TNI AD, bergeser sekitar
600 m ke arah Indonesia (di Kalbar). Pergeseran
patok batas resmi (boundary) tidak mustahil terjadi karena kekurang sadaran
masyarakat kita akan pentingnya ruang hidup.
Penebangan kayu ini patut dicurigai legalistasnya. Ijin hak peman-faatan
hasil hutan sudah dicabut dua tahun lalu oleh Pemerintah (pusat). Kalau kayu
masih bagus berarti kayu itu hasil tebangan ilegal, menurut versi
Pemerintah. Namun tidak mustahil
menjadi legal karena direstui oleh Pemerintah daerah (provinsi atau
kabupaten). Tentunya ini sangat
berkait-an erat dengan “semangat” pemanfaatan UU no 32/2004 ttg Pemerintah
Daerah dan UU no 33/2004. tentang Perimbangan Keuangan antara Peme-rintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah. Dan apabila
sinyalemen ini benar, kiranya kita perlu meninjau pula Rencana Tata Ruang
Wilayah. Dengan demikian semua orang
akan menikmati kegunaan ruang, sehingga tidak tumpang tindih serta adanya
kedamaian antar golongan.
Bagaimana pandangan anda terhadap
masalah di atas? Posisikan diri anda
sebagai orang yang diminta untuk memberikan saran dalam upaya mengatasi masalah
tersebut.
Hanya untuk
Pengajar :
Hal penting yang sebaiknya menjadi
isu pembelaran mahasiswa :
1.
Fungsi hutan sebagai unsur lingkungan hidup.
2.
Fungsi hutan sebagai penghasil devisa negara.
3.
Kerusakan
lingkungan akibat penebangan hutan.
4.
Pergeseran batas wilayah (boundary) yang dilakukan oleh
pencuri kayu.
5.
Hilangnya plasma mutfah dan gagalnya upaya pembangunan
berwa-wasan lingkungan.
Daftar Pustaka
yang dianjurkan.
1.
Perundangan :
- UU1945 (Amandemen I s/d IV)
- UU no 24/1992 tentang Penataan Ruang
- UU no. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
- UU no. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
- UU no. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat-Daerah.
2.
Harjasumantri, Kusunadi, 1989, Hukum Tata Lingkungan,
Yogyakar-ta, Gajah Mada University
Press.
3.
Kusumaatmadja, Prof. DR. Mochtar, SH, 2003, Konsepsi Hukum Ne-gara Nusantara, Pada
Konferensi Hukum Laut III, Bandung ,
Alumni
4.
Soemarwoto, Otto, 2001, Atur diri sendiri, paradigma
baru penge-lolaan lingkungan hidup, Yogyakarta ,
Gajah Mada University Press.
5.
Sunardi R.M.
2004, Pembinaan Ketahanan Bangsa dalam rangka memperkokoh ketahanan NKRI,
Jakarta ,
Kuaterminta Adidarma.
Studi Kasus “B” Pemilihan Kepala Daerah
Langsung
Sasaran
Pembelajaran :
Mahasiswa mampu
menjelaskan dengan pemikiran yang logis mengenai masalah otonomi daerah
berkaitan dengan wilayah sebagai ruang hidup, upaya bela negara, pembangunan
nasional, sumber daya alam dan ling-kungan.
Pemilihan
Kepala Daerah dan Upaya Mencegah Dis-integrasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan da-erah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota
serta diberikan otonomi (ps 18 UUD ’45 amandemen IV). Otonomi daerah ber-arti daerah menerima hak,
wewenang, dan kewajiban daerah untuk meng-urus rumah tangganya sendiri sesuai
dengan perundangan yang berlaku. Otonomi daerah berarti, pemerintah—provinsi,
kabupaten dan kota —harus me-layani rakyat karena pemerintah pusat
tidak mampu melayani daerah yang jauh dan terpencil. Otonomi daerah merupakan power sharing (pem-bagian
kewenangan) antara Pusat-Daerah. Secara
politis bertujuan ad-ministrasi yang terpadu dan harmonis sehingga dapat
melayani rakyat dengan baik dan benar.
Daerah yang berbatasan dengan laut memiliki wewenang untuk eksplorasi,
eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut serta pengaturan
administrasi dan tata ruang di laut.
Luas wilayah laut daerah kabupaten dan kota adalah sepertiga luas wilayah laut
provinsi atau negara dihitung dari garis pantai (UU no 32/2004, ps 18). Ini akan menimbulkan kesulitan menentukan
batas wilayah di laut, apalagi semua UU ttg provinsi maupun kabupaten/kota
tidak secara tegas menunjukkan titik-titik koor-dinatnya. Apalagi sifat laut yang bebas, dan bergerak
serta dinamis.
Untuk membiayai otonomi Pemerintahan Daerah bersumber pada pendapatan
asli daerah (PAD) antara lain, pajak daerah, retribusi daerah dan pengelolaan
kekayaan daerah. Pendapatan lain berasal
dari perim-bangan keuangan pusat dan daerah serta pinjaman daerah dan
perusahaan daerah (UU no. 33/2004, BAB IV s/d BAB VI)
Sehungan hal tersebut ada kecenderungan beberapa kabupaten yang kaya
sumber daya alamnya ingin berotonomi—membentuk provinsi baru—dengan dalih
pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah
terutama di sepanjang Alur Laut Kepulauan Indonesia perlu disimak, mengingat
daerah-daerah tersebut menjadi rawan konflik (Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat,
Maluku, Maluku Utara, Riau dan Kepulauan Riau).
Keinginan yang ter-kandung—bila kita simak—adalah membentuk wilayah sub
etnis.
Dengan kewenangan daerah yang semakin luas maka jabatan Kepala Daerah
men-jadi ajang rebutan. Pemilihan
kepala daerah secara langsung yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum
Daerah—merupakan lembaga independen—sangat baik untuk pendidikan politik
rakyat, namun malah banyak menimbulkan konflik. Dengan adanya kecenderungan ini banyak orang
yang meninggalkan budaya malu untuk memperebutkan kedudukan Kepala Daerah
maupun pejabat di daerah. Setelah memperoleh kedudukan mereka akan
mengeksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan lagi dampak negatif bagi
anak cucunya. Mereka kadang lupa untuk
membina daerah perbatasan—frontier—dan tidak mustahil akan merugikan negara. Sedangkan tujuan otonomi daerah untuk
membangun masyarakat yang mandiri dan berbudaya. Yang terjadi malahan timbulnya
penguasa-penguasa kecil di daerah yang menguras sumber daya alam dan
menimbulkan konflik dengan pemerintah pusat maupun dengan sesama pemerintah
daerah. Misalnya, konflik batas laut antar daerah, batas daratan dan lain
sebagainya.
Bagaimana
pandangan anda terhadap masalah di atas?
Posisikan diri anda sebagai orang yang diminta untuk memberikan
saran dalam upaya mengatasi masalah tersebut.
Hanya untuk para
pengajar.
Hal penting yang sebaiknya menjadi
isu pembelajaran mahasiswa
1.
Tujuan otonomi daerah.
2.
Manfaat otonomi
daerah.
3.
Permasalahan otonomi daerah.
4.
Kerugian otonomi daerah.
5.
Pemekaran daerah.
6.
Pemilihan Kepala Daerah.
Daftar Pustaka.
1.
Perundangan:
-UU1945 (Amandemen I s/d IV)
-UU no 24/1992 tentang Penataan Ruang
-UU no. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
-UU no. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
-UU no. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah.
2.
Harjasumantri, Kusnadi, 1989, Hukum Tata Lingkungan,
Yogya-karta, Gajah Mada University Press.
3.
Kusumaatmadja, Prof. DR. Mochtar, Konsepsi Hukum Negara Nusantara, Pada Konferensi Hukum Laut III, Bandung,
Alumni,
4.
Soemarwoto,
Otto, 2001, Atur diri sendiri, paradigma baru pengelo-laan lingkungan hidup,
Yogyakarta ,Gajah Mada University Press.
5.
Sunardi R.M. 2004, Pembinaan Ketahanan Bangsa dalam
rangka memperkokoh ketahanan NKRI, Jakarta , Kuaternita
Adidarma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar