Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak
zaman kemerdekaan. Semua pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi
yang vacuum, tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil
pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat
diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk
diterapkan di Indonesia.
1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalahsistem pemilu proporsional.
Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat, Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.
Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.
3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga bangsa Indonesia.
Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.
Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.
4 . Zaman Reformasi (1998- Sekarang)
Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.
Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru.
tuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.
Pentingnya Pemilu
Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.
Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan:
1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalahsistem pemilu proporsional.
Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat, Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.
Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.
3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga bangsa Indonesia.
Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.
Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.
4 . Zaman Reformasi (1998- Sekarang)
Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.
Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru.
tuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.
Pentingnya Pemilu
Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.
Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan:
·
Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
·
Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh
legitimasi.
·
Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam
proses politik.
·
Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin
secara konstitusional.
1.
Langsung
Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.
2. Umum
Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.
3. Bebas
Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4. Rahasia
Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
5. Jujur
Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Adil
Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.
2. Umum
Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.
3. Bebas
Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4. Rahasia
Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
5. Jujur
Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Adil
Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Berikut penjabaran mengenai kelebihan dan kekurangan sistem distrik dan proporsional yang keduanya termasuk sistem pemilu mekanis seperti yang dijelaskan di atas.
Sistem perwakilan distrik (satu dapil untuk satu wakil)
Di dalam sistem distrik sebuah daerah kecil menentukan satu wakil tunggal berdasarkan suara terbanyak, sistem distrik memiliki karakteristik, antara lain :
·
first past the post : sistem yang menerapkan single
memberdistrict dan pemilihan yang berpusat pada calon, pemenangnya adalah calon
yang mendapatkan suara terbanyak.
·
the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua
sebagai dasar untuk menentukan pemenang pemilu. ini dijalankan untuk memperoleh
pemenang yang mendapatkan suara mayoritas.
·
the alternative vote : sama dengan first past the post bedanya
adalah para pemilih diberikan otoritas untuk menentukan preverensinya melalui
penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.
·
block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih
calon-calon yang terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari
calon-calon yang ada.
Kelebihan Sistem
Distrik
·
Sistem ini mendorong
terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan
hanya satu.
·
Perpecahan partai dan
pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan
partai secara alami.
·
Distrik merupakan
daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh
komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
·
Bagi partai besar,
lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
·
Jumlah partai yang
terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan
Kelemahan Sistem
Distrik
·
Ada kesenjangan
persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini
menyebabkan partai besar lebih berkuasa.
·
Partai kecil dan
minoritas merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.
·
Sistem ini kurang
mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.
·
Wakil rakyat terpilih
cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional.
Sistem Proposional
( satu dapil memilih beberapa wakil )
Sistem yang melihat
pada jumlah penduduk yang merupakan peserta pemilih. Berbeda dengan sistem
distrik, wakil dengan pemilih kurang dekat karena wakil dipilih melalui tanda
gambar kertas suara saja. Sistem proporsional banyak diterapkan oleh negara
multipartai, seperti Italia, Indonesia, Swedia, dan Belanda.
Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty. ada dua jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu ;
Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty. ada dua jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu ;
·
list proportional
representation : disini partai-partai peserta pemilu menunjukan daftar calon
yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi partai
didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
·
the single
transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan
preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kota.
Kelebihan Sistem
Proposional
·
Dipandang lebih
mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan persentase
kursinya di parlemen.
KESIMPULAN:
Sejak awal kemerdekaan
Indonesia telah mengalami pasang surut dalam sistem pemilu. Dari pemilu
terdahulu hingga sekarang dapat diketahui bahwa adanya upaya untuk mencari
sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia . sejak awal pemerintahan
yaitu demokrasi parlementer, terpimpin, pancasila dan reformasi, dalam kurun
waktu itulah Indonesia telah banyak mengalami transformasi politik dan sistem
pemilu.
Melihat fenomena politik
Indonesia, sistem pemilihan umum proprosinal tertutup memang lebih
menguntungkan , tetapi harus diikuti dengan transparansi terhadap publik kalau
tidak akan menimbulkan oligarki pemerintahan.
SARAN:
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan
kehidupan politik Indonesia semakin kompleks. Diharapkan dengan semakin
banyaknya pengalaman dan perkembangan politik Indonesia dapat menciptakan
stabilitas nasional. Tugas pembangunan kehidupan politik pada masa yang akan
datang bukan hanya tugas partai politik saja, tetapi semua elemen pemerintahan
dan tidak ketinggalan masyarakat juga harus ikut berpartisipasi mengembangkan
perpolitikan di Indonesia.
Referensi :
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/06/pemilu-di-indonesia-sistem.html
http://donitadn083.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar